MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Guru
adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat
belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,
melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun
oleh masyarakat atau swasta. Jadi, guru saat ini sudah merupakan suatu profesi.
Citra guru diibaratkan subagai ujung tombak proses pendidikan.
Profesi
guru sebelumnya dipandang sebelah mata, tidak mempunyai masa depan, dan terlalu
mudah. syarat-syarat yang harus dicapai untuk menjadi seorang guru, khususnya
guru sekolah dasar (SD) semakin lama semakin berstandar. Syarat yang pertama
kali untuk menjadi guru SD adalah lulusan SMA, pada masa selanjutnya syaratnya
harus D-2, dan sekarang syarat untuk menjadi guru SD haruslah berstatus sarjana
(S-1).
Sejak
tahun 2005, isu mengenai profesionalisme guru gencar dibicarakan di Indonesia.
Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting,
yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga
faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan kualitas pendidikan.
Sekarang
ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi,
telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi.
Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa
guru telah memiliki kompetensi. Pasca sertifikasi seharusnya merupakan langkah
awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Apa yang terjadi
sekarang ini sungguh memprihatinkan.
Banyak
guru bersertifikasi namun mereka tidak mencerminkan guru yang profesional. Di
antara mereka bahkan tidak mengubah gaya mengajar mereka seperti sebelum
disertifikasi. Keadaan ini sungguh menimbulkan pro dan kontra terhadap
keefektifan sertifikasi itu sendiri, walaupun sekarang mahasiswa-mahasiswa
calon pendidik dibekali ilmu-ilmu yang sekiranya dapat mengubah paradigma guru
dalam mengajar, dari hanya menyampaikan kompetensi sesuai waktu tanpa
memperhatikan apakah peserta didik sudah mencapai kompetensi tersebut menjadi
menyampaikan dan memastikan kompetensi telah disampaikan kepada peserta didik
dalam waktu yang telah ditentukan.
Garis
besar-garis besar yang telah dibahas di atas inilah yang akan dibahas dalam
makalah berjudul “Etika Profesionalisme Guru” ini. Secara keseluruhan, makalah
ini terdiri dari tiga bab, yaitu bab 1 pendahuluan, bab II isi yang mencakup
pengertian, masalah yang dihadapi, dan solusi dalam sertifikasi, dan yang
terakhir bab III penutup.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud
dengan etika profesionalisme guru?
2.
Hambat apa saja yang
ditemui guru dalam mencapai profesionalismenya?
3.
Bagaimana solusi untuk
menghadapi hambatan dalam mencapai profesionalisme guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika
Profesionalisme Guru
1.
Pengertian Etika
Etika
merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia
2.
Pengertian Guru
Secara
etimologis, istilah ‘guru’ berasal dari bahasa India yang artinya orang yang
mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara (Shambuan, Republika, 25 November 1997). Dalam pengertian umum, orang tidak
mengalami kesulitan untuk menjelaskan siapa guru dan bagaimana sosok guru.
Dalam pengertian ini, makna guru selalu dikaitkan dengan profesi yang terkait
dengan pendidikan anak di sekolah, di lembaga pendidikan, dan mereka yang harus
menguasai bahan ajar yang terdapat di dalam kurikulum.
Guru
adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat
belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,
melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun
oleh masyarakat atau swasta.
Poerwadarminta
(1996:335) menemukakan bahwa guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan
definisi ini guru disamakan dengan pengajar. Pendapat lain mengatakan, guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Pekerjaan ini tidak bisa dilakkan oleh oranng yang tidak memiliki keahlian
untuk melakukan kegiatan ata pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai
berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk
menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus.
3.
Profesionalisme Guru
Istilah
‘profesional’ yang berarti a vocation an
wich profesional knowledge of some department a learning science is used in its
applications to the of other or in the practice of an art found it.
Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa suaru pekerjaan yang bersifat
profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus
dipelajari dan kemusian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar
pengertian ini ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya,
karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam
melaksanakan profesinya.
Proses
profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan
sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional
(peningkatan status). Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati
dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap,
orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
Guru profesional
seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif,
personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang
guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat
bersosialisasi dengan baik.
bersosialisasi dengan baik.
Profesi
guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas;
5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja;
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
4.
Etika Profesionalisme
Guru
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu
dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan,
dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negara tidak sama.
Adapun
yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik
(Code of conduct) profesi adalah:
1.
Standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab
terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.
Standar-standar
etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka
perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.
Standar-standar
etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi
dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota
tertentu
4.
Standar-standar
etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas,
dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan
menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.
Standar-standar
etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari
tenaga ahli profesi
6.
Perlu
diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau
undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan
menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
Kompetensi
etika profesi guru di Indonesia mencakup beberapa sub kompetensi antara lain :
a. Memahami, menghayati, dan melaksanakan
kode etik guru Indonesia.
b. Memberikan layanan pendidikan sepenuh
hati, profesional dan ekspektasi yang tinggi terhadap peserta didik.
c. Menghargai perbedaan latar belakang
peserta didik dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Profesionalisme guru perlu didukung oleh
suatu kode etik guru yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai
norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sangat diperlukan
untuk menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur birokratisasi
atau kepentingan politik tertentu. Berikut ini adalah kode etik guru Indonesia
yang dirumuskan oleh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan
negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya
cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab
itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada
dasar-dasar sebagai berikut.
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik
untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya unutk membina peran serta dan rasa
tanggungjawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Jadi
dapat dirumuskan bahwa etika profesionalisme guru merupakan ilmu atau kode etik
yang telah disepakati dalam menjalankan profesi keguruan yang mengarah pada
profesionalisme guru. Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang
standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut
adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat
pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai
prasyarat untuk menjadi guru
profesional.
Fakta
bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru
telah memiliki kompetensi. Kompetensi guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu
1.
Kompetensi pedagogi
2.
Kompetensi profesional
3.
Kompetensi sosial, dan
4.
Kompetensi kepribadian.
B.
Hambatan Dalam Mencapai
Profesionalisme Guru
Salah
satu kompetensi yang harus dikuasai guru dan merupakan pengakuan kedudukan guru
sebagai tenaga profesional seperti yang disebutkan dalam pasal 2 (1) UU No.14
tentang guru dan dosen, adalah sertifikasi keahlian, atau kita lebih sering
menyebutnya dengan sertifikasi saja. Sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi
guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas
sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran,
(3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru;
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Akan tetapi
dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi
banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan
profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang
kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud
penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru,
apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Sertifikasi guru
secara umum sangat cenderung tertuju pada peningkatan kesejahteraan guru,
tetapi disisi lain akan berdampak pada penurunan semangat dan dedikasi guru
meskipun mendapat sertifikasi. Dengan proses seperti yang berjalan sekarang
ternyata menimbulkan hambatan di antaranya
:
(1)
Pembelian piagam
penghargaan atau piagam diklat yang semakin marak, karena guru yang
bersangkutan tidak memiliki berkas-berkas portofolio yang lengkap.
(2)
Sebagian guru yang
telah mendapat sertifikasi ternyata sangat tidak
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, itu dapat
menimbulkan kecemburuan sosial dengan guru lainnya bahkan dengan
masyarakat lingkungan sekitarnya.
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, itu dapat
menimbulkan kecemburuan sosial dengan guru lainnya bahkan dengan
masyarakat lingkungan sekitarnya.
(3)
Bisnis portopolio yang
semakin marak, sehingga deskripsi status guru yang akan disertifikasi menjadi
sangat kabur karena ternyata gambaran yang dilaporkan merupakan jiplakan atau
buatan orang lain yang sengaja dibuat dengan imbalan tertentu. Bahkan sampai
pada jual beli makalah penelitian yang memang bukan prestasi guru bersangkutan.
(4)
Guru-guru lama dan
belum merupakan lulusan S-1, sangat sulit mendapatkan sertifikasi. Selain
sebagian guru tersebut bukan lulusan dari bidang pendidikan karena berada di
daerah terpencil, tetapi juga harus menempuh kuliah yang mungkin saja sebelum
lulus beliau sudah pensiun
C.
Solusi Untuk Menghadapi
Hambatan Dalam Mencapai Profesionalisme Guru
Menyadari banyaknya guru yang
belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus
mengambil langkah- langkah di antaranya
:
1. Penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme
adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus
berkelanjutan. Penyelenggara pelatihan juga dituntut untuk bermain fair dan tegas agar tidak terjadi
kecurangan seperti perjual-belian piagam dan sertifikat pelatihan.
2.
Pembinaan
perilaku kerja, Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20
dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada
satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan
ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Pembinaan
perilaku kerja bagi guru dapat dilakukan dengan program lesson study atau open class.
3. Peningkatan kesejahteraan, dan pemberian penghargaan,
agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda dengan penuh percaya diri.
4. Kebijakan pemerintah yang memutuskan bahwa untuk guru
di atas 50 tahun dapat mengajukan sertifikasi berdasarkan masa kerja, sedangkan
untuk guru di bawah 50 tahun dapat mengajukan sertifikasi setelah melanjutkan
kuliah S-1.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi
dapat dirumuskan bahwa etika profesionalisme guru merupakan ilmu atau kode etik
yang telah disepakati dalam menjalankan profesi keguruan yang mengarah pada
profesionalisme guru. Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang
standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut
adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat
pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai
prasyarat untuk menjadi guru profesional.
Fakta bahwa guru telah tersertifikasi
merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi.
Kompetensi guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu (1) Kompetensi pedagogi,
(2) Kompetensi profesional, (3) Kompetensi sosial, dan (5)Kompetensi kepribadian.
Hambatan yang
muncul dalam pelaksanaan program sertifikasi di antaranya : (1) Pembelian piagam penghargaan atau
piagam diklat yang semakin marak, (2) Sebagian guru yang telah mendapat
sertifikasi ternyata sangat tidak
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, (3) Bisnis portopolio yang semakin marak, (4) Guru-guru lama dan belum merupakan lulusan S-1, sangat sulit mendapatkan sertifikasi.
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, (3) Bisnis portopolio yang semakin marak, (4) Guru-guru lama dan belum merupakan lulusan S-1, sangat sulit mendapatkan sertifikasi.
Solusi untuk
menghadapi hambatan-hambatan yang terjadi antara lain : Penyelenggaraan
pelatihan, (2) Pembinaan perilaku kerja, (3) Peningkatan
kesejahteraan, (4) Kebijakan pemerintah.
B.
Saran
Sebagai calon guru SD, sebaiknya kita selalu
meningkatkan kemampuan dan kompetensi yang akan diperlukan kelak jika menjadi
guru SD. Tidak hanya dari ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam hal teknologi,
karena keduanya selalu melakukan perkembangan setiap waktu. Profesionalitas
tidak hanya kembali pada diri guru itu sendiri tetapi berjalan bersama dengan
siswa, masyarakat, dan instansi di atasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, Moh. Uzer.2006.Menjadi
Guru Profesional.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Suparlan.2005.Menjadi Guru
Efektif.Yogyakarta:Hikayat Publishing.
Hendayana, Sumar.dkk.2006.Lesson
Study Suatu Strategi Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman
IMSTEP-JICA).Bandung:FPMIPA UPI dan JICA.
Santyasa, I Wayan.2005.Dimensi-Dimensi
Teoritis Peningkatan Profesionalisme Guru.Tersedia pada http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/DIMENSI_DIMENSI_TEORETIS.pdf.
Diakses pada tanggal 5 Mei
2011.
Karsidi, Ravik.2005.Profesionalisme
Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era Otonomi Daerah.Tersedia pada http://www.scribd.com/doc/42437410/Profesionalisme-Guru-dan-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-di-Era-Otonomi-Daerah.
Diakses pada tanggal 6 Mei 2011.
Maftukh, Muhamad.2005.Sertifikasi
dan Guru Profesional. Tersedia pada http://penulismuda.com/artikel-mainmenu-42/2946-sertifikasi-dan-guru-profesional.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Sanaky, Hujair AH.2006. Kompetensi
dan Sertifikasi Guru “Sebuah Pemikiran”.
Tersedia pada http://www.sanaky.com/materi/KOMPETENSI-SERTIFIKASI%20GURU.pdf.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
---------.2005.Sertifikasi dan
Profesionalisme Guru di Era Reformasi Pendidikan.
Purwanto. Profesionalisme
Guru. Tersedia pada: http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t10/10-7.htm.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Al-Jauhari, Badrudin.2009. Sertifikasi dan Profesionalisme Guru. Tersedia
pada http://edukasi.kompasiana.com/2009/10/22/sertifikasi-dan-propesionalisme-guru/.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Suyatna, Giri. 2011. Sertifikasi dan Implikasinya Terhadap
Profesionalisme Guru. Tersedia pada http://www.ut.ac.id/indeks-berita-ut/478-sertifikasi-dan-implikasinya-terhadap-profesionalisme-guru.html.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Sumiyati.2009.Kebijakan Sertifikasi Guru dan Implikasinya
Terhadap Profesionalisme Guru di SMP Negeri 1 Bangko-Rokan Hilir-Riau. Tersedia
pada http://www.google.co.id/#q=sertifikasi+dan+profesionalisme+guru&hl=id&biw=1024&bih=629&prmd=ivnsu&ei=vxzGTbDEJI3qrQfk3KDXBA&start=30&sa=N&fp=a30314b8bcec721.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Jihad, dkk.2010.Sertifikasi Dalam Profesionalisme Guru.Dalam Makalah Pengembangan Profesi
Magister Pendidikan Sains Universitas Tadulako.
Maman.2005. Upaya Memantapkan Profesionalisme Guru. Tersedia pada http://www.pikiran rakyat.com/cetak/2005/ 0305/
24/1105.htm, Diakses pada tanggal 7 mei 2011.
Kompas. Rencana Badan Independen Sertifikasi Guru. Tersedia pada http://www.kompas.
com/kompas-cetak/0411/24/humaniora/1398342.htm. Diakses pada tanggal 7 Mei
2011.
Setijadi, Naniek.2004.Tantangan Profesionalisme Guru Masa Depan.
Tersedia pada http://
tpj.bpkpenabur.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=27.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Onno, W. Purbo.2004.Tantangan Bagi Pendidikan Indonesia.
Tersedia pada http://www.detik. com/ net/onno/jurnal/2004/aplikasi/pendidikan/p-19.shtml.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Ruspendi.2004.Profesionalisme Guru, Harapan dan Kenyataan. Tersedia pada http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/20/0310.htm.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Surakhmad, Winarno.2002.Profesionalisme Dunia Pendidikan.
Tersedia pada http://www.Bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200006/artikel2.htm.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Undang-Undang R.I.
Nomor. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
Play Spades online - Slot Machine Games by ChoE Casino
BalasHapusYou'll find everything you need to know about the popular game of Spades. It's 제왕카지노 a free-to-play, online slot game that gives you 메리트 카지노 주소 the chance to become the king. 카지노