MAKALAH
PENGEMBANGAN,
PENGUKURAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dari salah satu tugas mata
kuliah Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
DOSEN : Sudirman, M.Pd.I
Disusun :
KELOMPOK :
1. Eni Junaeni
2. Melan Rahmawati
3. Dian Kardiana
4. Koyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ASSALAMIYAH
JAWILAN – SERANG – BANTEN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas inayah dan taufiq-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan walaupun disana sini masih banyak kekurangan.
Dalam penyusunan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini terutama kepada yang terhormat :
1.
Bapak
Drs.H.A.Bazari Syam,MS.MPd, Selaku Ketua STAI assalamiyah Jawilan serang,
2.
Bapak.Sudirman,
M.Pd.I. Selaku Dosen
mata kuliah
3.
Seluruh
mahasiswa seperjuangan.
Serta semua teman-teman yang telah membantu baik secara moral maupun materi,
dan semoga makalah ini menjadi bermanfaat bagi kita semua, amiin.
Serang 07 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang .......... ……………………………………………………... 1
B. Rumusan
Masalah ...........………………………………………………...... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Beberapa Pengertian
...................................................................................... 3
1. Pengertian
Pengembangan
........................................................................ 3
2. Pengertian
Pengukuran (measurement) .................................................... 3
3. Pengertian
Evaluasi (Evaluation)
.............................................................. 5
4. Pengertian
Mutu
........................................................................................ 6
B.
Pengembangan Mutu pendidikan
.................................................................. 7
1. Pengembangan
dengan Menyusun Rencana Induk Pengembangan ........ 7
2. Tahapan
Pengembangan Mutu Pendidikan di Lembaga Pendidikan ...... 8
a) Manajemen
Mutu
............................................................................... 8
b)
Pengendalian Mutu
............................................................................ 10
c) Peningkatan
Mutu .............................................................................. 11
C.
Pengukuran dan Evaluasi Mutu Pendidikan
................................................. 15
1. Tujuan Evaluasi
............................................................... 16
3. Aspek Sasaran Evaluasi ................................................. 18
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ……….......………………………………………………….. 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Evaluasi
merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap
sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh
perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan
mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita
dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah
menjadi lebih baik ke depan.
Tanpa
evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan
tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari
itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu program.
Evaluasi
pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi
data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau
menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai
dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan
dalam bidang pendidikan dan pengajaran. [1]
Evaluasi berkaitan erat dengan
pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda
(indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain.
Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu
kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat
kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran
menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan
menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi pendidikan memberikan
manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan
adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang
telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa
mendapatkan nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu
stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi
dimana hasil yang dicapai tidak memuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki
kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif
dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil
evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back) untuk
menetapkan upaya-upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari pengembangan mutu pendidikan?
2.
Apa pengertian dari pengukuran dan evaluasi mutu
pendidikan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Beberapa Pengertian
1.
Pengertian
Pengembangan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebituhan
pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan.
Pendidikan meningkatkan keahlian teoritis,
konseptual, dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan, workshoop bagi karyawan dapat
meningkatkat pengetahuan lebih lagi di luar perusahaan.
Edwin B. Flippo mendefinisikan pengembangan sebagai
berikut : “Pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum
dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh”, sedangkan latihan
didefinisikan sebagai berikut : “Latihan adalah merupakan suatu usaha
peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan suatu
pekerjaan tertentu”.
Sedangkan Andrew F. Sikula mendefinisikan
pengembangan sebagai berikut : “Pengembangan mengacu pada masalah staf dan
personel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu
prosedur yang sistematis dan terorganisasi dengan mana manajer belajar
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum”. Sedangkan definisi
latihan diungkapkan oleh Andrew F. Sikula yaitu “latihan adalah proses
pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan
terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik
pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu”.
2.
Pengertian
Pengukuran (measurement)
Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan
penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini
merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan
seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan dengan angka. Dalam menentukan
karakteristik individu, pengukuran yang dilakukan harus sedapat mungkin
mengandung kesalahan yang kecil. Kesalahan yang terjadi pada pengukuran
ilmu-ilmu alam lebih sederhana dibandingkan dengan kesalahan pengukuran pada
ilmu-ilmu sosial. Kesalahan pada ilmu-ilmu alam sebagian besar disebabkan oleh
alat ukurnya, sedangkan kesalahan pengukuran dalam ilmu-ilmu sosial bisa
disebabkan oleh alat ukur, cara mengukur, dan keadaan objek yang diukur
(Djemari Mardapi, 2008).
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) Pengukuran yang dilakukan bukan untuk
menguji sesuatu, seperti pengukuran yang dilakukan oleh seorang penjahit
mengenai panjang lengan, kaki, lebar bahu, ukuran pinggang dan lain-lain. (2)
Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran untuk
menguji daya tahan mesin sepeda motor, pengukuran untuk menguji daya tahan lampu
pijar, dan lain-lain. (3) Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan
menguji sesuatu, seperti pengukuran kemajuan belajar peserta didik dalam rangka
mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil
belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan
(Anas Sudiyono, 1996).
Hal-hal yang termasuk evaluasi hasil belajar
meliputi alat ukur yang digunakan, cara menggunakan, cara penilaian, dan
evaluasinya. Alat ukur yang digunakan bisa berupa tugas-tugas rumah, kuis,
ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Pada prinsipnya,
alat ukur yang digunakan harus memiliki bukti kesahihan (validitas) dan
kehandalan (reliabilitas) yang tinggi.
Kesahihan atau validitas alat ukur dapat dilihat dari
konstruk alat ukur, yaitu mengukur sesuatu yang direncanakan akan diukur.
Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek
bahasa, kerapian tulisan tidak diskor atau diperhitungkan bila tujuan
pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu. Konstruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek materi, teknik
penulisan soal, dan bahasa yang digunakan. Pakar di bidangnya atau teman
sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberikan masukan tentang kualitas
alat ukur yang digunakan termasuk tes.
Kesahihan alat ukur juga bisa dilihat dari kisi-kisi
alat ukur. Kisi-kisi ini berisi materi yang diujikan, bentuk dan jumlah soal,
tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal, dan cara penskoran. Kisi-kisi yang
baik adalah yang mewakili bahan ajar. Untuk itu pokok bahasan yang diujikan
dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang esensial, (2) memiliki
nilai aplikasi, (3) berkelanjutan, (4) dibutuhkan untuk mempelajari mata
pelajaran yang lain. Hal lain yang penting adalah lamanya waktu yang disediakan
untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang berpendapat, kisi-kisi ini sebaiknya
disampaikan kepada peserta didik.
Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang
sekecil mungkin. Tingkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur.
Alat ukur yang baik memberi hasil konstan bila digunakan berulang-ulang,
asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan pengukuran ada yang
bersifat acak dan ada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak disebabkan
situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan yang mengukur
bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat variatif, dan
variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan estimasi
kemampuan seseorang.
3.
Pengertian
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan
dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam
melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar
yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi
tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya,
informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program.
Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah
judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi
ini selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler
(1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah
tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu
memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan
kebijakan berikutnya.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan
sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas
atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar
lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi
memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program
pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya
adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka kesalahan pada
penilaian dan pengukuran harus sekecil mungkin.
Evaluasi pembelajaran dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar. Hasil tes seperti kuis misalnya, dianalisis untuk
mengetahui konsep mana yang belum difahami sebagian besar peserta didik.
Kemudian diikuti dengan kegiatan remedial, yaitu menjelaskan kembali
konsep-konsep tersebut. Evaluasi untuk perbaikan bisa dilakukan dengan membuat
angket untuk peserta didik. Angket ini berisi tentang pertanyaan mengenai
pelaksanaan pembelajaran menurut perspektif peserta didik. Hasilnya dianalisis
untuk mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki.
Evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat
keberhasilan peserta didik. Nilai yang dicapai peserta didik ditetapkan lulus
atau belum. Evaluasi sumatif bisa terdiri dari beberapa kegiatan pengukuran dan
penilaian. Hal ini harus dijelaskan kepada peserta didik di awal pelajaran,
yaitu tentang penentuan nilai akhir. Bobot dari tugas, ujian tengah semester,
dan ujian akhir semester harus dijelaskan kepada peserta didik.
Dampak hasil evaluasi terhadap motivasi belajar
peserta didik adalah yang meningkat, tetap, bahkan ada yang turun. Setiap
peserta didik mempunyai harapan terhadap hasil ujian (ulangan) pelajaran, yaitu
besarnya prestasi yang dinyatakan dengan dalam skor hasil tes. Harapan ini ada
yang terpenuhi dan ada yang tidak terpenuhi. Sesuai dengan karakteristik
peserta didik, ada yang motivasi belajarnya naik, ada yang tetap, dan
kemungkinan ada yang turun.
4.
Pengertian
Mutu
Dalam kamus Bahasa Indonesia mutu diartikan sebagai
baik buruk sesuatu, kualitas, taraf atau derajat.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh
dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
yang diharapkan oleh pelanggan. Sallis (1993) mendefinisikan mutu dalam dua
perspektif, yaitu mutu absolut dan mutu relatif. Mutu absolut merupakan mutu
dalam arti yang tidak bias ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Dalam pandangan
absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik menurut pertimbangan
produsen dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut mutu
relatif diartikan sebagai mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan
demikian suatu barang atau jasa dapat disebut bermutu oleh seorang konsumen,
tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh konsumen yang lainnya. Pandangan
mengenai mutu ini mengimplikasikan bahwa barang atau jasa yang diproduksi harus
selalu mengutamakan kesesuaian antara kebermutuan dalam perspektif absolut dan
relatif.
B. Pengembangan Mutu pendidikan
1.
Pengembangan
dengan Menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP)
Evaluasi yang telah dilakukan oleh penilai di dalam
mengukur keberhasilan pencapaian tujuan perlu dikembangkan dan diadministrasikan.
Data yang dihasilkan akan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam
menentukan apakah program diteruskan dimodifikasi atau dihentikan.
Rencana induk pengembangan sekolah merupakan suatu
proses untuk menyusun langkah-langkah serta memperhitungkan sumberdaya yang
tersedia. Sederhananya, RIP sekolahberisi tentang uraian kegiatan sekolah di
masa depan dalam rangka melakukan perubahan guna pencapaian visi, misi dan
tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Menurut Abdul Rachman Shaleh dkk. RIP
sekolah disusun dengan tujuan: (1) Menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang
telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko
yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar-pelaku sekolah; (3) menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi, baik antar-pelaku sekolah,
antar-sekolah, dan kantor Dinas Pendidikan/Kementrian Agama, dan antar-waktu;
(4) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencana, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partsispasi warga sekolah dan
masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Rencana induk pengembangan sekolah disusun secara
sistemik, rasional, berbasis data dan informasi akurat serta sistematik dengan
memperhatikan pada faktor peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal,
memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, dan kemudian mencari dan
menemukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan
yang dimiliki, mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna mencapai visi,
perwujudan misi, tujuan dan sasaran yang dimiliki. Karena itu rencana induk
pengembangan harus berorientasi ke masa depan dan secara jelas menjembatani
antara kondisi saat ini yang dihadapi dan harapan yang ingin dicapai di masa
depan.
Adapun langkah-langkah dalam menyusun rencana induk
pengembangan sekolah meliputi:
a)
Melakukan evaluasi/potret diri (self
assessment) atau school Review
b)
Melakukan penyusunan profil sekolah
c)
Perumusan visi
d)
Perumusan misi
e)
Merumuskan tujuan pengembangan
f)
Menentukan arah dan sasaran pengembangan
g)
Mengidentifikasi fungsi-fungsi komponen
pendidikan
h)
Melakukan analisis lingkungan strategis
dan tantangan nyata
i)
Melakukan analisis faktor-faktor keberhasilan
(critical success factors)
j)
Mengidentifikasi alternatif
langkah-langkah pemecahan masalah
k)
Menyusun rencana strategis dan rencana tindakan (action plans) serta program
kerja
sebagai strategi operasional.
2.
Tahapan Pengembangan Mutu Pendidikan di Lembaga Pendidikan
a) Manajemen Mutu
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat
(tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun
jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan
pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai
input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan
sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang
kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai
input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses)
belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun
di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam
lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang
mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan"
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu
tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10
tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat
berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau
Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang
olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam
jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak
dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu
saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah,
maka mutu dalam artian /hasil/ (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh
sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun
waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil
(output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam
school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab
akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil prestasi yang
dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik
atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan
standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil
pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking)
maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah
sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan
proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan
penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana
mencapainya.
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen
peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan
dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang
memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan
sebagai berikut :
1) Penyusunan basis
data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis
menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan
keuangan.
2) Melakukan evaluasi
diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber
daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target
kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3) Berdasarkan analisis
tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan
visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi
siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan
dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi
kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar,
penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian
peningkatan mutu tersebut.
4) Berangkat dari visi,
misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan
masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka
pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program
aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah
ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan
tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang.
b) Pengendalian Mutu
1)
Teknik Kendali Mutu
Keberhasilan lembaga persekolahan dapat dilihat dari
sudut dan tingkat kepuasan dari pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang
dikategorikan pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Hal ini memberikan
arti bahwa ukuran sebuah keberhasilan sekolah dapat dilihat dari layanan yang
diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada pada taraf yang sama
atau sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melebihi, seperti apa yang
diharapkan oleh pelanggannya.
Gugus Kendali Mutu adalah salah satu teknik dalam
upaya pengendalian mutu sekolah, di mana kelompok-kelompok personel sekolah
melakukan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela
dan berkesinambungan melalui penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik
pengendalian mutu. Selain teknik tersebut, dapat pula dilaksanakan teknik
pengawasan mutu yang berdasarkan data seperti checklist, diagram, grafik,
diagram sebab akibat, brainstorming, dan statistical process control.
2) Strategi Kendali Mutu
Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses
manajerial yang di dalamnya terkandung hal-hal (a) melakukan evaluasi terhadap
kinerja nyata, (b) proses membandingkan kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan, dan (c) melakukan tindakan-tindakan/aksi-aksi atas
perbedaan-perbedaan yang dapat ditemukan.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu, strategi pengendalian
mutu ke arah peningkatan mutu pendidikan secara implementatif pengawasan/
pengendaliannya diarahkan pada optimalisasi komponen pendidikan. Tujuannya
adalah mendorong kearah terciptanya situasi yang kondusif dalam meningkatkan
mutu proses belajar mengajar. Komponen-komponen yang terkait dengan hal
tersebut di atas adalah (a) komponen input manajemen, (b) komponen proses
pendidikan, (c) komponen murid, dan (d) komponen hasil belajar.
c) Peningkatan
Mutu
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar,
beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya,
berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan
orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia
usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap
individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan
kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.
Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses
pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat
dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework)
dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki
kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan
dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah
harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar
lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai
pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi
pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan
pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh
kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya
melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman
menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa
yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di
dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada
sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat
rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan
pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di
dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan
secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya
pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari
desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori
effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan
(Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep
manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan
tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii)
sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari
personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk
berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai
tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap
berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk
penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif
dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain
untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan
pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi
perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan
otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah
laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf
administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami,
membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi
dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan
sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan
kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang
berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah
memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan
administrasi keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah
dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan
orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala
prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional
bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan
masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator
dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam
masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses
perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas
total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri
maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip
pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses
dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu
harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh
melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus
menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief
bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi
tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan
penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri
setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua
semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus
menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal – hal yang
bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang
dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan
dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas
yang berlingkup nasional.
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini
diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain
sebagai berikut ;
1)
Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur
semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk: (i)
memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii)
pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
2)
Pertanggung-jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik
kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara
komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang
tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk
meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang
telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin
untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap
sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya
kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif
terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
3)
Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan
secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik
dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan
bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan
lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang
secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap
arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a) pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi
kebutuhan siswa.
b) bagaimana mengembangkan keterampilan
pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin
secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
c) pengembangan berbagai pendekatan
yang mampu mengatur perubahan
sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa
harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional
dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek
psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif
kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang
bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan
dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
4)
Personil sekolah
sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam
proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan
pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru
dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka
pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru
dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar
sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks
ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan
terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya
pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian
pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
C.
Pengukuran
dan Evaluasi Mutu Pendidikan
Hubungan antara pengukuran (measurement),
dan evaluasi (evaluation) bersifat hirarkis(Tersususn / saling
terikat). Pengukuran
membandingkan hasil pengamatan dengan Kriteria, sedangkan evaluasi adalah
penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku, bisa perilaku individu atau
lembaga. Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi
melibatkan penilaian dan pengukuran. Penilaian berarti menilai sesuatu,
sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan mendasarkan diri pada ukuran atau criteria tertentu, seperti menilai
seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki skor tes inteligensi lebih
dari 120, sedangkan evaluasi menacakup baik kegiatan pengukuran maupun
penilaian.
1.
Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi dalam bidang
pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
1) Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi adalah:
·
Untuk menghimpun data
dan informasi yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan
atau kemajuan yang dialami peserta didik setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum
evaluasi adalah untuk memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk
sampai dimana tingkat pencapaian kemajuan peserta didik terhadap tujuan atau
kompetensi yang telah ditetapkan setelah mereka menempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.
·
Untuk mengetahui
tingkat efektifitas proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan
peserta didik.
2) Tujuan Khusus
·
Untuk merangsang
kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa ada evaluasi
maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik
untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
·
Untuk mencari dan
menemukan factor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta
didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan
jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
2.
Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu
tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok yaitu
(a) mengukur kemajuan, (b) menunjang penyusunan rencana, dan (c) memperbaiki
atau melakukan penyempurnaan kembali. Adapun secara khusus, fungsi evaluasi di
bidang pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yaitu (a) segi psikologis, (b)
segi pedagogis-didaktik, dan (c) segi administratif.
Secara psikologis, evaluasi dalam
bidang pendidikan di sekolah dapat ditilik dari dua sisi, yaitu dari sisi
peserta didik dan dari sisi pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan
secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka
untuk mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing di tengah-tengah
kelompoknya atau kelasnya. Masing-masing mereka akan mengetahui apakan dia
termasuk siswa yang pandai, rata-rata, atau berkemampuan rendah.
Bagi guru atau pendidik, evaluasi
pendidikan akan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada dirinya tentang
sejauh manakah usaha pendidikan-pengajaran yang telah dilakukannya selama ini
telah membawa hasil, sehingga dia secara psikologis memiliki pedoman atau
pegangan batin yang berguna untuk menentukan langkah-langkah apa saja yang
dipandang perlu dilakukan selanjutnya. Misalnya, dengan menggunakan
metode-metode mengajar tertentu, hasil belajar para peserta didik telah
menunjukkan adanya peningkatan daya serap terhadap materi yang diajarkan, maka atas
dasar evaluasi, penggunaan metode-metode tersebut perlu dipertahankan.
Sebaliknya, apabila hasil belajar para peserta didik ternyata tidak
menggembirakan, maka guru akan berusaha melakukan perbaikan-perbaikan dan
penyempurnaan sgar hasil belajar peserta didiknya menjadi lebih baik.
Bagi peserta didik, secara didaktik,
evaluasi pendidikan akan dapat memberikan dorongan atau motivasi kepada mereka
untuk dapat memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasinya. Evaluasi
belajar misalnya akan menghasilkan nilai-nilai hasil belajar untuk
masing-masing individu peserta didik. Ada peserta didik yang nilainya jelek,
karena itu dia terdorong untuk memperbaikinya, agar di waktu mendatang nilai
hasil belajarnya tidak sejelek sekarang. Ada peserta didik yang yang nilainya
tidak jelek tetapi belum dikatakan baik atau memuaskan, maka dia akan
memperoleh dorongan untuk meningkatkan prestasi belajarnya di waktu mendatang.
Ada juga peserta didik yang sudah mendapatkan nilai yang baik, dan dia tentu
akan termotivasi untuk dapat mempertahankan prestasinya pada waktu mendatang.
Secara didakti, bagi guru, evaluasi
pendidikan setidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
a. Fungsi diagnostik: Memberikan landasan untuk menilai hasil
usaha atau prestasi yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
b.
Fungsi penempatan:
Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing
peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
c.
Fungsi selektif:
Memberikan bahan yang sangat penting untuk memilih dan menetapkan status peserta
didik.
d.
Fungsi bimbingan:
Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik
yang memang memerlukannya.
e.
Fungsi intruksional:
Memberikan petunjuk tentang sejauh mana program pengajaran (kompetensi yang
telah ditentukan) bisa tercapai.
Adapun secara administratif,
evaluasi pendidikan memiliki tiga macam fungsi, yaitu:
a. Memberikan laporan
Dengan melakukan
evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai kemajuan dan
perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu. Laporan ini pada umumnya tertuang dalam bentuk rapor
(untuk siswa) dan Kartu Hasil Studi (KHS) untuk mahasiswa. Baik rapor maupun
KHS sebaiknya dikirimkan kepada orang tua/wali pada akhir semester.
b.
Memberikan informasi
atau data
Setiap keputusan
pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat. Dalam hubungan
ini, nilai-niliah hasil belajar para peserta didik yang diperoleh melalui
kegiatan evaluasi merupakan data yang sangat penting untuk keperluan
pengambilan keputusan pendidikan. Keputusan untuk meluluskan atau menaikkan
peserta didik harus dilakukan berdasarkan data dari kegiatan evaluasi.
c.
Memberikan gambaran
Gambaran mengenai
hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tercermin antara lain
dari hasil-hasil belajar para peserta didik setelah dilakukan kegiatan evaluasi
hasil belajar. Dari kegiatan evaluasi ini akan tergambar dalam matapelajaran
apa saja kemampuan para peserta didik masih memprihatinkan, dan dalam
matapelajaran apa saja prestasi mereka sudah baik.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih
baik tentang fungsi evaluasi pendidikan ini, bisa dilihat dalam bagan berikut
ini:
3.
Aspek Sasaran Evaluasi
Aspek atau sasaran evaluasi adalah
sesuatu yang sesuatu yang dijadikan titik pusat perhatian yang akan diketahui
statusnya berdasarkan pengukuran. Dalam dunia pendidikan, ada tiga aspek yang
menjadi sasaran evaluasi pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
3) Ranah Kognitif
Aspek atau domain kognitif adalah
ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang
menyangkut otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif
terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang dmaksud adalah (1)
pengetahuan, hafalan, ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension),
(3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5)
sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan lain-lain tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini merupakan tingkat berpikir
yang paling rendah. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang
pengetahuan adalah peserta didik dapat menghafal surat al-'Ashr, menerjemahkan
dan menuliskannya kembali secara baik dan benar, sebagai salah satu materi
pelajaran kedisiplinan yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Contoh lainnya, peserta didik dapat mengingat kembali peristiwa kelahiran
Rasulullah saw.
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan
kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seorang peserta didik dapat dikatakan memahami sesuatu apabila
dia dapat memberikan penjelasan yang rinci tentang sesuatu tersebut dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan tingkat berpikir yang
setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Salah satu contoh hasil
belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman adalah peserta didik dapat
menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-'Ashr
secara lancer dan jelas.
Penerapan atau aplikasi adalah kesanggupan
seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus, teori dan lain-lain dalam situasi yang
baru dan kongkrit. Aplikasi atau penerapan ini adalah tingkat berpikir yang
setingkat lebih tinggi daripada pemahaman. Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang aplikasi adalah peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan oleh Islam dalam kehidupan
sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat.
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Taraf
berpikir analisis adalah setingkat lebih tinggi daripada taraf berpikir
aplikasi. Contoh hasil belajar analisis adalah peserta didik dapat merenung dan
memikirkan dengan baik tentang wujud nyata kedisiplinan seorang siswa
sehari-hari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat sebagai bagian dari ajaran
Islam.
Sintesis adalah kemampuan berpikir yang
merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu
proses berpikir yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
Taraf berpikir sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada taraf
berpikir analisis. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada taraf sintesis
adalah peserta didik mampu menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan
sebagaimana telah diajarkan oleh Islam. Dalam karangannya itu, peserta didik
juga dapat mengemukakan secara jelas gagasan-gagasannya sendiri atau orang
lain, data-data atau informasi lain yang mendukung pentingnya kedisiplinan.
Penilaian atau penghargaan atau evaluasi
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut taksonomi
Bloom. Penilaian atau evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide. Misalnya, jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka dia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau criteria yang ada. Contoh hasil
belajar kognitif taraf evaluasi adalah peserta didik mampu mengidentifikasi
manfaat kedisiplinan dan mudharat kemalasan sehingga pada akhirnya dia
berkesimpulan dan menilai bahwa kedisiplinan di samping merupakan perintah Allah
swt juga merupakan kebutuhan manusia itu sendiri.
Keenam jenjang taraf berpikir
kognitif ini bersifat kontinum dan overlap atau tumpang tindih, di mana
taraf berpikir yang lebih tinggi meliputi taraf berpikir yang ada di bawahnya.
4) Ranah afektif
Taksonomi untuk ranah afektif
dikembangkan pertama kali oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam
bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Affective Domain.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa
pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila
seseorang telah memiliki penguasaan kognitif yang tinggi. Cirri-ciri hasil
belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku,
seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran PAI, kedisiplinan dalam mengikuti
pembelajaran PAI, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak tentang
materi PAI, penghargaan dan rasa hormat terhadap guru PAI, dan lain-lain.
Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan
kawan-kawan dirinci ke dalam beberapa jenjang atau taraf afektif, yaitu (1)
penerimaan (receiving), (2) penanggapan (responding), (3) menilai
(valuing), (4) mengorganisasikan (organization), dan (5)
karakterisasi dengan nilai atau kompleks nilai (characterization by a value orang
value complex).
Receiving atau attending adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan atau stimulus dari luar yang
dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang dating. Receiving
atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini, peserta didik
dibina agar mereka bersedia menerima nilai yang diajarkan kepada mereka, dan
mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu, atau mengidentikkan diri
dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif taraf receiving adalah
peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak
berdsiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding atau menanggapi mengandung arti
"adanya partisipasi aktif". Jadi, kemampuan responding adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif
dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
Jenjang ini setingkat lebih tinggi
daripada receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding
adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh
ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing artinya memberikan nilai atau
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu
tidak dikerjakan dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan
taraf afektif yang setingkat lebih tinggi daripada responding. Terkait
dengan proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan tetapi telah mampu untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu
baik-buruk. Apabila peserta didik telah mampu untuk mengatakan bahwa "itu
baik atau itu buruk" maka dia sudah mampu untuk melakukan penilaian. Nilai
itu sudah mulai diinternalisasikan ke dalam dirinya, yang selanjutnya bersifat
stabil dan menetap dalam dirinya. Contoh hasil belajar afektif taraf valuing
adalah tumbuhnya kemauan yang kuat dalam diri peserta didik untuk berlaku
disiplin, baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat karena didasari
keyakinan dan penilaian bahwa hidup disiplin adalah baik.
Organization artinya mempertemukan perbedaan
nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai
dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
Contoh hasil belajar afektif taraf organization adalah peserta didik
mendukung penegakkan disiplin nasional yang dicanangkan oleh pemerintah.
Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan taraf afektif yang setingkat
lebih tinggi daripada valuing.
Characterization by a value orang
value complex yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah
menempati tempat yang tinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah
tertanam secara konsisten dalam sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini
adalah tingkatan afektif tertinggi karena sikap batin peserta didik telah
benar-benar bijaksana. Dia telah memiliki filsafat hidup yang mapan. Jadi pada
taraf afektif ini, peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mapan dan
mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga
membentuk karakteristik "pola hidup". Tingkah lakunya menetap,
konsisten, dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif ranah terakhir
ini adalah peserta didik telah memiliki kebulatan sikap. Wujudnya, peserta
didik menjadikan perintah Allah swt dalam surat al-'Ashr sebagai pegangan
hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik di rumah, sekolah, maupun
di masyarakat.
5) Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor
dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor
ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila
peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.
Sebagai contoh wujud nyata hasil
belajar psikomotor untuk tema kedisiplinan dapat berupa:
·
Peserta didik bertanya kepada guru PAI
tentang contoh-contoh kedisiplinan yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw, para
sahabat, dan ulama.
·
Peserta didik mencari dan membaca buku,
majalah, dan sumber informasi lain yang memuat tentang tema kedisiplinan.
·
Peserta didik dapat memberikan
penjelasan kepada siapapun tentang pentingnya kedisiplinan dalam kehidupan.
·
Peserta didik menganjurkan kepada
siapapun untuk berperilaku hidup disiplin.
·
Peserta didik dapat memberikan contoh
perilaku kedisiplinan dalam bentuk mentaati peraturan, beribadah, belajar dan
lain-lain di manapun dia berada.
·
Dan lain-lain
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan
kebituhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan.
Pendidikan meningkatkan keahlian teoritis,
konseptual, dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan, workshoop bagi karyawan
dapat meningkatkat pengetahuan lebih lagi di luar perusahaan.
Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan
penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini
merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan
sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas
atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar
lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi
memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program
pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya adalah
melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka kesalahan pada penilaian dan
pengukuran harus sekecil mungkin.
Dalam kamus Bahasa Indonesia mutu diartikan sebagai
baik buruk sesuatu, kualitas, taraf atau derajat.
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Secara umum, evaluasi sebagai suatu
tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok yaitu
(a) mengukur kemajuan, (b) menunjang penyusunan rencana, dan (c) memperbaiki
atau melakukan penyempurnaan kembali. Adapun secara khusus, fungsi evaluasi di
bidang pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yaitu (a) segi psikologis, (b)
segi pedagogis-didaktik, dan (c) segi administratif.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, Prof. Dr.: Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006)
Dimyati,
Dr. dan Mudjiono, Drs.: Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Kerjasama Depdikbud
dan PT Rineka Cipta, 2006)
Hamalik,
Oemar, Prof. Dr.: Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Kerjasama Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya,
2008)
http://www.pdk.go.id/, Drs. Umaedi, M.E,d Direktur
Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pendidikan : manajemen
peningkatan mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan
sekolah Untuk peningkatan mutu menengah umum, April 1999
http://www.scribd.com/doc/24539571/evaluasi-pendidikan
Mukhtar,
Prof. Dr. M.Pd. H. dan Iskandar, Dr. M.Pd.: Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009)
Sa’ud,
Udin Syaefudin, M.Ed. Ph.D dan Makmun, Abin Syamsuddin, Prof. Dr. M.A.:
Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung: Kerjasama PPs
UPI dengan PT Remaja Rosdakarya, 2007)
Sudijono,
Anas, Prof. Dr.: Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007)
Supardi,
Drs. M.Pd dan Syah, Darwyan, Drs. M.Pd, M.Si.: Perencanaan Pendidikan Suatu
Pendekatan Praktik, (Jakarta: Diadit Media, 2010)
Syafaruddin,
Drs. M.Pd dan Nasutio, Irwan, Drs. M.Sc: Manajemen Pembelajaran, (Jakarta:
Quantum Teaching, 2005)
Tjiptono,
Fandy dan Diana, Anastasia: Total Quality Management (TQM), (Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2003)
Vincent,
Gaspersz: Penerapan TQME pada Perguruan Tinggi di Indonesia, (Jakarta:
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan Balitbang Diknas. Edisi Mei
2001), tahun ke-7, No. 029
Wahyu,
A. Dorothea, 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Univ. Atma Jaya Yogyakarta