Rabu, 23 Oktober 2013

hubungan_filsafat_dan_dunia_islam
BAB I
PENDAHULUAN

Masuknya dunia filsafat dalam dunia islam sebenarnya telah ada pada abad pertengahan hijriah, yaitu melalui dua madzhab, Neo Platonisme yang masuk kepada dunia tasawuf, dan madzhab Paripatetik yang kelihatan lebih banyak masuk kedalam bentuk skalastisisme ortodoks (kalam).[1] Akan tetapi yang lebih ditekankan adalah masuknya filsafat melalui jalur Ilmu Kalam. Yaitu ketika Ilmu Kalam menjadi persoalan yang sangat pelik antara beberapa kelompok, seperti Mu’tazilah ataupun Ibnu Hambal dan Asy’aryiah. Kendatipun demikian Ilmu Kalam tetap menjadi nash-nash agama sebagai sumber pokok, tetapi dalam penggunaanya dalil-dalil akal melebihi penggunaan dalil naqli yang nampak pada perbincangan Mutakallimin. Atas dasar itulah para pakar memasukan Ilmu Kalam dalam lingkup Filsafat.[2]
Walaupun obyek dan metode kedua ilmu tersebut (Fisafat dan Ilmu Kalam) berbeda, tapi keduanya saling melengkapi dalam memahami islam dan pembentukan aqidah muslim. Filsafat mengawali pembuktiannya dengan argumen akal, kemudian pembenarannya melalui wahyu, sedangkan Ilmu Kalam mengawali pembicaraan dengan wahyu, barulah kemudian didukung oleh argumen akal.[3]
Adapun pada perkembangannya, perhatian terhadap filsafat sudah dimulai dengan penterjamahan buku-buku kedalam bahasa Arab pada masa permulaan Daulah Umayah, yang kemudian jaman keemasannya terjadi pada masa Daulah Abbasiyah yan berpusat di Baghdad, terutama pada masa Al-ma’mun (813-833 M), putra Harun al-Rasyid, yang dikenal dengan jaman penterjemahan.[4]
Walau sebenarnya, pada masa Abbasiyah kegiatan penterjemahan dimulai oleh Khalifah Al-Mansur, akan tetapi kemajuan yang lebih nyata dapat dicapai pada masa Khalifah Al-Ma’mun. Ia termasuk seorang intelektual yang gandrung kepada ilmu pengetahuan dan filsafat. Ia mendirikan Bait al-Hikmah, yaitu sebuah akademi yang tidak hanya berfungsi sebagi wadah penterjemahan, tetapi juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains. Yang dipimpin oleh seorang nasrani yang ahli bahasa Yunani, Hurain ibnu Ishak (809-873 M.). Selain itu khalifah Al-Ma’mun juga mengirimkan utusan ke seluruh kerajaan Byzantium untuk mencari buku-buku Yunani tentang berbagai sobyek. Dan membayar setiap buku yang diterjemahkan dari bahasa asing ke bahasa Arab dengan emas seberat buku yang diterjemahkan, diantara buku-buku itu adalah Thaetitus, Cratylus, Parmenides, dan lain-lain sebagainya. [5]
Di samping kota Baghdad, juga ada kota-kota lain yang dijadikan sebagai pusat pengembangan Sains dan Filsafat yaitu kota Marwa (Persia tengah), Jundishyapur dan Harran. Dengan adanya penterjemahan itu, umat Islam secara singkat dapat menguasai keintelektualan dari ketiga kebudayaan yang sangat maju pada waktu itu yaitu Yunani, Persia, India. Yang kemudian dikembangkan oleh pemikir-pemikir Islam menjadi kebudayaan yang lebih maju yang tergambarkan dalam berbagai bidang ilmu dan mazhab filsafat yang bermacam-macam. Namun sayangnya, kejayaan filsafat dan ilmu tersebut hanya dapat berlangsung sampai abad XIII M. Kemudian orang-orang Barat memindahkan pusat ilmu pengetahuan tersebut ke negaranya.[6]





BAB II
PEMBAHASAN

Hubungan filsafat dan dunia Islam sesungguhnya terjadi permasalahan-permasalahan dengan tanggapan yang berbeda pula, karena pertanyaan yang timbul adalah ’’bagaimana agama sebagai wahyu Tuhan, sumber perintah-perintah dan larangan-larangan dapat bertemu dengan filsafat yang hanya didasarkan atas alasan-alasan pikiran?’’
Dengan adanya pertanyaan tersebut, akhirnya ada tiga pengelompokan yang memberi tanggapan akan hal tersebut. Pertama, kelompok yang memegang  teguh agama dan menolak filsafat secara ekstrem (Fuqaha). kedua, kelompok yang menerima filsafat secara moderat (para tokoh Teologi atau Kalam). Ketiga, kelompok yang berusaha memadukan antara filsafat dan agama menurut cara tertentu dan cara inilah yang ditempuh oleh para filosof yang mukmin dan memegang teguh akidah-akidah agama.[7]
Akhirnya dengan adanya filsafat dalam dunia Islam atau yang lebih dikenal dengan filsafat Islam bisa memadukan antara wahyu dan akal, antara akidah dan hikmah, antara agama dan filsafat, dan berupaya menjelaskan bahwa:
Ø  Wahyu tidak bertentangan dengan akal
Ø  Akidah dengan diterangi dengan sinar filsafat akan menetap di dalam jiwa dan kokoh di hadapan lawan.
Ø  Agama jika bersaudara dengan filsafat akan menjadi filosofis sebagaimana filsafat menjadi religius.[8]
Untuk lebih mensistematiskan dalam pembahasan ini, maka tema hubungan filsafat dan dunia Islam lebih menekankan pada perpaduan antara filsafat dan agama Islam. Yaitu persamaan antara filsafat dan dunia Islam (Agama Islam), apa saja konstribusi filsafat terhadap dunia Islam? Serta bagaimana tanggapan sebagian filosof yang mengambil jalan tengah untuk memadukan antara filsafat dan agama Isalam?, dan apa faktor-faktor yang mendorong ke arah pemaduan filsafat dan agama?

A.   Persamaan Antara Filsafat Dan Dunia Islam (Agama Islam)
pada hakikatnya terdapat persamaan antara tujujan filsafat dan agama, sebagaimana para filosof Islam berpendirian bahwa keduanya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan melalui kepercayaan yang benar dan perbuatan-perbuatan  yang baik. Adapun menurut mereka pembahasan agama dan filsafat adalah satu juga, karena keduanya membicarakan prinsip-prinsip yang paling jauh bagi semua wujud ini. Hal ini seperti dalam pengertian filsafat yaitu ilmu tentang wujud-wujud melalui sebab-sebabnya yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin dan sampai pada sebab-sebabnya sesuatu.[9]
Diantara para filosof  diatas, Al-Farabi yang dikenal dengan tokoh besar Islam, juga mengungkapkan bahwa tujuan filsafat dan agama ialah sama, yaitu mengetahui semua wujud. Hanya saja filsafat-filsafat memakai dalil-dalil yang diyakini dan ditujukan kepada golongan tertentu sedang agama memakai cara Iqna’i (pemuasan perasaan) yang kiasan-kiasan serta gambaran, dan ditujukan kepada semua orang, bangsa dan negara.[10]
Selain itu menurut beliau, bahwa tujuan terpenting dalam mempelajari filsafat adalah mengetahui Tuhan. Bahwa Ia Esa dan tidak bergerak, bahwa Ia menjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada, bahwa Ia yang mengatur alam ini dengan kemurahan,  kebijaksanaan dan keadilan.[11]

B.   Konstribusi Filsafat Terhadap Dunia Islam
Walau filsafat diperselisihkan dalam dunia Islam, akan tetapi filsafat memberikan sumbangan yang tidak bisa diremehkan dalam kerja pikiran kemanusiaan dan mempunyai tempat sendiri dalam dunia Islam.
Sebagai mana arti dalam filsafat adalah hasil kerja berpikir dalam mencari hakekat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universalitas. Dan untuk merasionalkan wahyu yang membicarakan keberadaan Tuhan, maka filsafat sangat dibutuhkan dalam dunia Islam karena  kebanyakan filsafat menggunakan argumentasi akal yang tentunya bisa diterima oleh banyak kalangan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh filosof bahwa untuk memadukan agama dan filsafat dapat dikerjakan dengan dua cara: Pertama, dengan menjelaskan ketentuan-ketentuan agama dengan pikiran-pikiran filsafat yang telah terurai. Contohnya dapat didapati  dalam buku Fushus-Ul-hikam (permata filsafat) oleh Al-Farabi dan lain-lain. Kedua, dengan menakwilkan kebenaran-kebenaran (ketentuan-ketentuan agama) dengan takwilan yang sesuai dengan pikiran-pikiran filsafat, atau dengan perkataan lain penundukan ketentuan agama kepada pikiran-pikiran filsafat.[12]
Karena filsafat ini adalah ilmu yang lahir di dunia Islam tanpa membedakan etnis dan bahasa, apalagi ajaran Islam sendiri telah memberikan motivasi yang kuat terhadap perkembangan filsafat. Maka ilmu disini disebut sebagai filsafat Islam. Selain dapat melahirkan filsafat Islam di kalangan muslimin, dengan adanya filsafat juga melahirkan filosof-filosof  besar Islam, seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi yang dapat mengembangkan keintelektualan di Dunia Islam.
      Akan tetapi, walau konstribudi filsafat terhadap Dunia Islam tidak bisa diremehkan. Agama yang akhirnya menjadi barometer terhadap pemikiran filsafat yang melenceng dari kebenaran.

C.   Pendapat Sebagian Filosof Yang Menyetujuai Pemaduan Agama Dan Filsafat
Semangat pemaduan sebagai jalan tengah yang dilakukan oleh filosof-filosof  Islam dalam  mempertemukan antara agama yang dipercayai kebenarannya, dengan filsafat yang didasarkan atas ketentuan dan dalil-dalil pikiran semata. Hal seperti ini dapat diwakili oleh pandangan Al-Kindi dan Ibnu Rusyd sebagaimana berikut:
1.    Al-Kindi
Al-kindi mempertemukan agama dan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa filsafat ialah ilmu tentang kebenaran dan agama juga adalah ilmu tentang kebenaran pula, oleh kerana itu maka tidak ada perbedaan antara keduanya.
Menurutnya, kita tidak boleh malu mengakui kebenaran dan mengambilnya dari manapun datangnya, meskipun datang dari bangsa lain. Karena tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Memang kadang-kadang terdapat perlawanan dalam lahirnya, antara hasil-hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, yang menyebabkan filsafat ditentang. Pemecahan Al-Kindi dalam soal ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti yang sebenarnya (hakiki) dan arti mazasi (kiasan) yang dilakukan dengan jalan takwil (penafsiran) dengan syarat dilakukan oleh ahli agama dan ahli pikir.
Sesuai dengan pendiriannya bahwa filsafat harus dimiliki, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang sebelumnya dan menguraikan dengan sebaik-baiknya.[13]

2.    Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd mengadakan pemaduan antara agama dan filsafat, karena sebagai orang yang sangat menjunjung tinggi Aristoteles, ia harus membalas serangan yang dilakukan oleh Al-Ghozali dalam bukunya Tahafuth Al-Falasifah. Yang berisi serangan pedas terhadap para filsafat dan filosof sebelumnya.
Dalam menguraikan perlunya pemaduan tersebut, ia menguraikan empat persoalan. Pertama, keharusan berfilsafat menurut syara’. Kedua, pengertian lahir dan pengerian bathin, serta keharusan takwil. Ketiga, aturan-aturan takwil. Keempat, pertalian akal dan wahyu.

a.    Pertama, Keharusan Berfilsafat Menurut Syara’
Menurut Ibnu Rusyd, fungsi filsafat tidak lebih daripada mengadakan penyelidikan tentang alam wujud dan memandangnya sebagai jalan untuk menemukan zat yang membuatnya. Al-Qur’an berkali-kali memerintahkan demikian, antara lain dalam surah Al-A’raf, ayat 185: ”Apakah mereka tidak memikirkan tentang (Yandhuru Fi) alam langit dan bumi dan segala sesuatu yang dijadikan oleh Tuhan?”. Juga dalam surah Al-Hasjr ayat 2, disebutkan sebagai berikut: ”Hendaknya kamu mengambil ibarat (I’tibar, mengadakan qias = sillogisme), wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.”
Ayat terakhir ini dengan jelas mengharuskan kita untuk mengambil qias-aqli (silogisme) yaitu pengambilan suatu hukum yang belum diketahui dari sesuatu hukum yang sudah diketahui (maklum) yang intinya harus mengarahkan pandangan pada alam wujud ini dengan qias-aqli. Karena itu penyelidikan yang bersifat filosofis menjadi suatu kewajiban.

b.    Kedua, Keharusan Takwil
Filosof-filosof Islam sepakat bahwa akal dan wahyu kedua-duanya menjadi sumber pengetahuan dan alat untuk mencapai kebenaran. Akan tetapi dalam Qur’an maupun Hadits banyak nash-nash yang menurut lahirnya berlawanan dengan filsafat. Bagi Ibnu Rusyd, nash-nash itu bisa ditakwilkan sepanjang aturan-aturan takwil dalam bahasa Arab, seperti halnya kata-kata dari syara’ bisa ditakwilkan pula dari segi aturan fiqih. Penafsiran (penakwilan) semacam ini dipakai juga oleh ulama-ulama fiqih dan ulama-ulama filsafat.

c.    Ketiga, Aturan-aturan Takwil.
Setelah menjelaskan tentang keharusan takwil di atas Ibnu Rusyd meletakkan beberapa aturan sebagai pegangan dalam melakukan takwil, yaitu: pertama, setiap orang harus menerima dasar-dasar (prinsip-prinsip) syara’ dan mengikutinya. Kedua, yang berhak melakukan takwil hanya golongan filosof semata, bahkan filosof-filosof tertentu saja yaitu mereka yang mendalam ilmunya. Ketiga, hasil penakwilan hanya bisa dikemukakan pada golongan pemakai qias Burhani, jelasnya filosof-filosof, bukan kepada orang awam, karena orang awam tidak memahami penakwilan tersebut. Keempat, diperbolehkannya Menjelaskan hasil penakwilan kepada orang-orang awam, karena adanya keadaan yang memaksa yaitu dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan pada penyebaran hasil-hasil penakwilan sebelumnya.
Kelima, kedudukan wahyu dan pertalian dengan akal
Ibnu Rusyd menganggap bahwa wahyu sebagai suatu keharusan untuk semua orang dan kekuatan akal dalam mencari kebenaran yang berada di bawah kekuatan wahyu.[14]

D.   Faktor-Faktor Pendorong Pemaduan Filsafat Dan Dunia Islam
Selain tanggapan yang diberikan oleh Al-Kindi dan Ibnu Rusyd dalam masalah pemaduan filsafat dan dunia Islam, ada beberapa faktor yang mendorong filosof Islam untuk memadukan keduanya yaitu:
a.    adanya jurang pemisah antara Islam dengan Filsafat Aristoteles dalam berbagai persoalan, seperti sifat-sifat Tuhan dan ciri-ciri khasnya,tentang persoalan baru atau khodimnya alam, hubungan alam dan Tuhan dan lain-lain.
b.    Banyaknya serangan yang dilakukan oleh tokoh agama terhadap pikiran-pikiran filsafat, yang kadangkala menimbulkan tekanan-tekanan oleh rakyat dan penguasa pada ahli-ahli pikir, yang sebenarnya tidak membawa hasil yang sesuai dengan akidah agama.
c.    Adanya hasrat para filosof untuk menyelamatkan diri dari tekanan-tekanan itu agar bisa hidup tenang dan tidak terlalu nampak perlawanannya kepada agama.[15]




BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapatlah diambil kesimpulan, bahwasanya filsafat dan dunia Islam mempunyai persamaan tujuan yaitu mencari kebenaran, dan keduanya merupakan ilmu yang membicarakan prinsip-prinsip yang paling jauh bagi semua wujud.
Selain itu disadari atau tidak, filsafat memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap perkembangan keintelektualan dalam dunia Islam, karena pada dasarnya filsafat memberikan argumen akal terhadap wahyu yang datang agar bisa disosialisasikan kepada masyarakat luas.




[1] Rasihan Anwar, Mukhtar  Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),36.
[2] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999),5
[3] Ibid,6
[4] Ibid,11-12
[5] Ibid, 11-13
[6] Ibid. 13
[7]  Ahmad Hanafi, pengantar filsafat Islam, (Yogyakarta:Bulan Bintang, 1982) 87
8 Ibrahim Madkaour, filsafat islam metode dan penerapan, (jakarta:Rajawali Pers, 1987), 8

[9]  Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, 11-16
[10] Ibid, 17
[11] Ibid, 18
[12] Ibid, 82-85
[13] Ibid, 89-90
[14] Ibid, 90-100
[15] Ibid, 88-89
Hal      : Permohonan Pengajuan Skripsi
              Kepada Yth :
Bagian Akademik
STAI ASSALAMIYAH
Di
          TEMPAT

Dengan Hormat
Bersama ini saya yang bertanda Tangan di bawah ini :
Nama               : MUHIQOH
Fakultas           : TARBIYAH / PAI
Semester          ; VIII
Pada Kesempatan ini saya mencoba mengajukan Judul penelitian skripsi saya yang berjudul ;
1.      HUBUNGAN PROFESI GURU TERHADAP MOTIVASI MENGAJAR (Penelitian  di SMP Daar El – Syifa Kopo Kabupaten Serang)
2.      PENGARUH METODE DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN BACA TULIS AL - QUR’AN (Studi di MTs. Al Hayat Padaharan Kopo Serang)
3.      PERBEDAAN KETERAMPILAN SISWA DALAM MEMANDIKAN JENAZAH ANTARA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MEDIA ASLI TIRUAN DENGAN MEDIA GAMBAR (Penelitian Pada Siswa SMP N 1 Maja Kabupaten Lebak)
4.      PERANAN PEMBERIAN TUGAS MANDIRI DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PONDOK PONDOK PESANTREN DAAR EL SYIFA  PADAHARAN - KOPO - SERANG
5.      STUDI TENTANG MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA BINA PUTRA KOPO  SERANG TAHUN PEMBELAJARAN 2011/2012

Demikian judul skripsi yang  saya ajukan, segala koreksi dan perbaikan akan saya terima dengan senang hati, atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Serang 02 Juli 2012
Pemohon


MUHIQOH






Supervisi Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan. Proses pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan dan pemahaman peserta didik, namun lebih diarahkan pada pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik, mengingat perkembangan komunikasi, informasi dan kehadiran media cetak maupun elektronik tidak selalu membawa pengaruh positif bagi peserta didik.
Tugas pendidik dalam konteks ini membantu mengkondisikan pesera didik pada sikap, perilaku atau kepribadian yang benar, agar mampu menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras dan golongan. Pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu peserta didik agar menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan bersosialitas). Untuk mewujudkan capaian tersebut, implementasikan pendidikan harus didasarkan pada fondasi pendidikan yang memiliki prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Guna mencapai semua itu maka dalam pelaksanaan tugas pendidik perlu adanya supervise, maksud dari supervisi di sini adalah agar pendidik mengetahui dengan jelas tujuan dari pekerjaannya dalam mendidik, mengenai apa yang hendak dicapai dari pelaksanaan pendidikan tersebut. Serta mengetahui pula fungsi dari pekerjaan yang pendidik lakukan. Ini tidak lain membantu pendidik agar lebih fokus pada tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan dan menghindarkan dari pelaksanaan pendidikan yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan.
Setiap pelaksanaan  program  pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Pengawasan bertanggung jawab terhadap keefektifan program itu. Oleh karena itu, supervisi haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Setelah kita mengetahui realita yang terjadi seperti yang sudah tersebut di atas, maka diperlukan sebuah penjelasan secara rinci dan mendetail tentang supervisi pendidikan agar para pendidik dapat memahami betapa perlu dan pentingnya supervisi pendidikan itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan supervisi pendidikan?
2.      Apakah tujuan supervisi pendidikan ?
3.      Apa saja prinsip-prinsip supervisi pendidikan ?
4.      Bagaimana teknik-teknik dalam supervisi pendidikan ?
5.      Apa saja yang menjadi bidang garapan Supervisi?
6.      Kompetensi dasar supervisor dan pendekatan supervisi
7.      Langkah-langkah supervisi
8.      Supervisi dalam manajemen berbasis sekolah
9.      Peran supervisi dalam evaluasi program pendidikan

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami maksud supervisi pendidikan.
2.      Untuk memahami tujuan supervisi pendidikan.
3.      Untuk memahami prinsip-prinsip supervisi pendidikan.
4.      Untuk memahami teknik-teknik dalam supervisi pendidikan.
5.      Untuk mengetahui bidang garapan supervisi
6.      Untuk mengetahui kompetensi dasar supervisor dan pendekatan supervisi
7.      Untuk mengetahui langkah-langkag kegiatan supervisi
8.      Untuk mendeskripsikan supervisi dalam manajemen berbasis sekolah
9.      Untuk mengetahui peran supervisi dalam evaluasi program pendidikan
D.    Manfaat Penulisan
1.      memahami maksud supervisi pendidikan.
2.      memahami tujuan supervisi pendidikan.
3.      memahami prinsip-prinsip supervisi pendidikan.
4.      memahami teknik-teknik dalam supervisi pendidikan.
5.      memahami biodang garapan supervisi
6.      memahami kompetensi dasar supervisor dan pendekatan supervisi
7.      memahami langkah-langkah kegiatan supervisi
8.      memahami supervisi dalam manajemen berbasis sekolah
9.      memahami peran supervisi dalam evaluasi program pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

A.                                                    Pengertian Supervisi Pendidikan
Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, karena inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).
1.      Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2.       Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata, yaitu Super yang berarti atas, lebih dan  Visi yang berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3.      Semantik
Pada hakekatnya isi yang terandung dalam definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi sebagai pelayanan, khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik “. Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :
a)      Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b)      Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajar
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional 3) kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru. Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru.


B.     Tujuan Supervisi Pendidikan
Supervisi yang baik akan menghasilkan pola kinerja yang baik, jika supervise dilakukan dengan cara dan metode yang benar pula, tentu ini menuntut pengetahuan yang benar pula bagi para supervisi dalam melaksanakan tugasnya.
1. Tujuan Umum Supervisi pendidikan
a)      Berdasarkan Tujuan Umum Pendidikan
Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia “dewasa” yang sanggup berdiri sendiri.
b)      Berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional
Yaitu membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia-manusia pembangunan yang dewasa dan pancasilais.
c)      Berdasarkan Tujuan Supervisi sendiri
Agar tercapai perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar pada khususnya.
2. Tujuan Khusus Supervisi Pendidikan
Meliputi :
a)      Membantu guru-guru untuk lebih memahami tujuan yang sebenarnya dari pendidikan dan perencanaan sekolah dalam usaha mencapai tujuannya.
b)      Membantu guru-guru untuk dapat lebih menyadari dan memahami kebutuhan-kebutuhan dan kesulitan-kesulitan murid dan menolong mereka untuk mengatasinya.
c)      Memperbesar kesanggupan guru-guru untuk memperlengkapi dan mempersiapkan murid-muridnya menjadi anggota masyrakat yang efektif.
d)     Membantu guru-guru mengadakan diagnose secara kritis aktivitas-aktivitasnya, serta kesulitan- kesulitan mengajar dan belajar murid-muridnya, dan menolong mereka merencanakan perbaikan.
e)      Membantu guru-guru untuk dapat menilai aktivitas-aktivasnya dalam rangka tujuan perkembangan anak didiknya.
f)       Memperbesar kesadaran guru-guru terhadap tata kerja yang demokratis dan guru dapat mempelajari bersama catatan-catatan tentang kemajuan murid guna menilai keefektivan program yang disusun.
g)      Memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal dalam bidang profesi (keahlianya).
h)      Membantu guru-guru untuk dapat lebih memamfaatkan pengalaman-pengalamannya sendiri.
i)        Membantu untuk lebih mempopulerkan sekolah kepada masyarkat agar bertambah simpati dan kesedian masyarakat untuk menyokong sekolah.
j)        Memperkenalkan guru-guru atau karyawan baru kepada situasi sekolah profesinya.
k)      Melindungi guru-guru dan karyawan terhadap tuntutan-tuntutan yang tak wajar dan kritik-kritik yang tak sehat dari masyarkat.
l)        Mengembangkan “profesionalisme esprit e corps” guru-guru.

C.    Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah sebagai supervisor hendaknya bertumpu pada prinsip-prinsip supervisi. Menurut E. Mulyasa prinsip-prinsip supervisi antara lain:
1.      hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis,
2.      dilaksanakan secara demokratis,
3.      berpusat pada tenaga kependidikan (guru),
4.      dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru),
5.      merupakan bantuan profesional
            Dalam buku Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan karangan Piet A. Sahertian mengemukakan prinsip supervisi antara lain :
1.      Prinsip ilmiah (scientific), prinsip ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan  proses belajar mengajar.
b)      Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan     seterusnya.
c)      Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinu.
2.         Prinsip Demokratis
Layanan dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.
  3.   Prinsip kerjasama
Mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi ‘sharing of idea, sharing of experience’, memberi support mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
4.      Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu mencipakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang  menakutkan.

Sedangkan Oteng Sutisna mengemukakan prinsip dalam pelaksanaan kegiatan supervisi, yaitu:
1.      Supervisi merupakan bagian integral dari program pendidikan yang bersifat kooperatif dan mengikutsertakan
2.      Semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi
3.      Supervisi hendaknya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah
4.      Supervisi hendaknya membantu menjelaskan tujuan-tujuan dari sasaran-sasaran pendidikan
5.      Supervisi hendaknya membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari semua anggota staf sekolah
6.      Tanggung jawab bagi pengembangan program supervisi berada pada kepala sekolah bagi sekolahnya.
7.      Efektivitas program supervisi hendaknya dinilai secara periodik. 
Dengan demikian prinsip supervisi merupakan bagian yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan supervisi. Dalam pelaksanaan prinsip supervisi sangat terlihat dari peran kepala sekolah sebagai supervisor atau pengawas internal bagi sekolahnya dalam memajukan dan mengembangkan sekolahnya, sehingga dengan adanya pedoman.prinsip supervisi kepala sekolah diharapkan memberikan pelayanan yang baik tanpa ada pemaksaan kepada guru-guru atau personal.


D.    Teknik-teknik Supervisi Pendidikan
Untuk mempermudah kepala sekolah dalam pelaksanaan kegiatan supervisi diperlukan teknik-teknik supervisi. Para ahli berbeda-beda dalam merumuskan tahapan teknik-teknik supervisi akan tetapi pada dasarnya tetap sama.
Secara garis besar teknik supervisi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: teknik perseorangan dan teknik kelompok.
1. Teknik perseorangan
Yang dimaksud  teknik persorangan ialah supervisi yang dilakukan secara perseorangan, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:
a.       Mengadakan kunjungan kelas (classroom visitation), Kepala sekolah datang ke kelas untuk mengobservasi bagaimana guru mengajar. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekirannya perlu diperbaiki.
b.      Mengadakan kunjungan observasi (observation visits), Guru-guru ditugaskan untuk mengamati seorang guru yang sedang mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu mata pelajaran tertentu. Kunjungan observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau dengan mengadakan kunjungan ke sekolah lain.
c.       Membimbing guru tentang cara-cara mempelajari pribadi siswa atau mengatasi problema yang dialami siswa.
d.      Membimbing guru dalam hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum sekolah, antara lain: menyusun program semester, membuat program satuan pelajaran, mengorganisasi kegiatan pengelolaan kelas, melaksanakan teknik-teknik evaluasi pembelajaran, menggunakan media dan sumber dalam proses belajar mengajar, dan mengorganisasi kegiatan siswa dalam bidang ekstrakurikuler.
2.   Teknik Kelompok
Teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan secara kelompok, beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
a.       Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting), Seorang kepala sekolah menjalankan tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusun. Termsuk mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru, dalam hal ini rapat-rapat yang diadakan dalam rangka kegiatan supervisi.
b.      Mengadakan diskusi kelompok (group discussions), Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru bidang studi sejenis. Di dalam setiap diskusi, supervisor atau kepala sekolah memberikan pengarahan, bimbingan, nasihat-nasihat dan saran-saran yang diperlukan.
c.       Mengadakan penataran-penataran (inservice-training), Teknik ini dilakukan melalui penataran-penataran, misalnya penataran untuk guru bidang studi tertentu. Mengingat bahwa penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran. 
           Dengan demikian teknik supervisi sangat penting untuk dikuasai oleh kepala sekolah, tanpa penguasaan teknik dalam pelaksanaanya tidak akan berjalan baik. Dengan demikian seorang kepala sekolah tidak akan efektif kegiatan supervisinya sebelum menguasai teknik dalam bidang supervisi. Teknik supervisi akan lebih memudahkan pencapaian sasaran-sasaran dari tujuan yang telah ditetapkan, oleh sebab itu penerapan teknik dari supervisi merupakan wujud dari kemajuan sekolah untuk berkembang.


E.     Bidang Garapan Supervisi
Sebagai bentuk penerapan di lapangan, hal yang dilakukan oleh supervise dalam rangka perbaikan situasi belajar untuk menciptakan kualitas belajar antara lain sebagai berikut :
1.      Memfasilitasi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya menusia sebagai modal lembaga dalam mencapai tujuan perlu dipelihara dan diberdayakan dengan baik. Berharganya sumber daya manusia diukur dari kinerja yang dihasilkan. Salah satu penentu level kinerja manusia adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang ia miliki. Dalam hal ini, supervise sebagai salah satu upaya layanan professional dalam bidang pendidikan, harus mampu menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pengembangan sumber daya manusia.
Terdapat berbagai bentuk upaya pengembangan sumber daya manusia pendidikan yang bias digunakan untuk memberdayakan sumber daya manusia. Mulai dari yang sifatnya pendidikan dan latihan hingga pendidikan moral, motivasi dan perlakuan humanis. Supervisor harus memiliki visi yang jauh ke depan mengenai pendidikan. Visi tersebut harus diikuti dengan persiapan-persiapan yang matang untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan di masa yang akan datang.
2.      Mendesain dan mengembangkan kurikulum
Kurikulum sebagai pedoman pelaksanaan layanan dan produksi pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya menciptakan produk pendidikan yang berkualitas, marketable, kompatibel, inovatif, kompetitif, dan produktif. Upaya supervisi harus mampu memberikan jalan yang lurus untuk mencapai hal tersebut dengan cara mendesain dan mengembangkan kurikulum secara baik dan benar.
3.      Meningkatkan kualitas pembelajaran kelas
Seorang supervisor dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan proporsional dan inovatif dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. Seorang supervisor harus bersedia memfasilitasi bahan dan sarana/ prasarana pembelajaran sampai quality control layanan pendidikan. Semua aktivitas supervisi harus mengarah pada upaya peningkatan kualitas pembelajaran.
4.      Menggairahkan interaksi humanis
Interaksi yang terjadi antar warga sekolah akan mempengaruhi kinerja para staf sekolah. Interaksi yang humanis sangat diharapka bias tercipta di lingkungan sekolah, karena suasana yang harmonis dan humanis di antara staf akan mendukung produktivitas, efektivitas dan efisiensi capaian. Apabila di antara staf sekolah timbul suasana yang tidak harmonis, supervisor harus berupaya kuat untuk menciptakan jembatan-jembatan kesenjangan komunikasi humanis di antara staf sekolah. Supervisor harus memiliki inisiatif untuk menciptakan jalinan komunikasi yang efektif dan humanis di antara warga sekolah.
5.      Melaksanakan fungsi-fungsi administratif
Supervisi merupakan mesin yang menggerakkan semua aspek-aspek administrative pencapaian tujuan. Mulai dari merencanakan, mengorganisir, sampai dengan pengawasan. Seorang pemimpin atau manajer memiliki otoritas dan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya supervisi.


F.     Kompetensi dasar supervisor dan pendekatan supervisi
Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang supervisor dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya, antara lain sebagai berikut :
1.      Human Relations
Kunci sukses pembimbingan dan bantuan professional kepada para guru terletak pada proses interaksi antar sesame. Komunikasi efektif merupakan media keterampilan human relations. Pesan perlakuan professional sehebat apapun  tidak akan sampai jika pesan tersebut tidak ssampai secara efektif ke guru-guru. Pesan akan sampai ke communicant jika proses interaksi itu terjadi baik secara langsung atau tidak langsung.
2.      Administrasi
Kemampuan administratif merupakan alat penting dalam mengelola lembaga agar bias berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan. Seorang supervisor harus memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisir personel dan sumber daya lainnya, menggerakkan serta mengawasi. Supervisor adalah seorang pemimpin, sudah seharusnya dia mengetahui apa yang harus dilakukan untuk membawa orang-orang dan lembaga dalam rangka mencapai tujuan. Kepemimpinan dan administrasi diibaratkan ruh dan jasadnya.
3.      Evaluasi
Kemampuan evaluasi diperlukan berkaitan dengan peran supervisor itu sendiri sebagai pembimbing dan pembantu pertumbuhan profesionalitas para guru. Untuk mampu membimbing dan membantu diperlukan informasi dan bahan-bahan yang tepat mengenai akar permasalahan yang ditemui oleh para guru. Oleh karena itu, kemampuan evaluasi sangat diperlukan oleh seorang supervisor.
Dalam pelaksanaannya, proses supervise meliputi tiga pendekatan, yaitu :
a)      Supervisi artistik
Proses supervisi merupakan suatu hal yang tidak bias dijelaskan secara rasional. Kreativitas supervisor memiliki peran yang dominan dalam memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan.
b)      Supervise saintifik
Proses supervisi yang dilaksanakan haruslah berdasarkan empirica evidence, sistematis dan ilmiah. Segala hal harus berdasarkan atas fakta dan data. Dalam implementasinya, segala aktivitas supervise harus berdasarkan aktivitas penelitian.
c)      Supervise klinis
Proses supervisi dilakukan dalam rangka mengobati. Perbaikan penampilan guru dalam mengajar adalah tujuannya. Pendekatan ini mengajarkan bagaimana guru dikenalkan dengan ilmu dan keterampilan didaktik metodik yang baik dan benar, mengadministrasi pengajaran. Supervise klinis diterjemahkan sebagai suatu proses bimbingan dan bantuan yang diberikan dalam rangka memperbaiki keterampilan guru dalam mengajar di kelas.


G.    Langkah-langkah supervisi
Supervisi dilakukan secara cermat sehingga hubungan antara supervisor dengan klien bersifat sejajar dan terbuka. Untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal. Maka dilalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Pertemuan pendahuluan
Kegiatan yang dilkukan antara lain :
a.       Menciptakan suasana kekeluargaan antara guru dengan supervisor (establish rapport) agar komunikasi selama kegiatan dapat berjalan dengan efektif.
b.      Membuat kesepakatan (contract) antara guru dengan supervisor tentang aspek proses belajar mengajar yang akan dikembangkan dan ditingkatkan (misalnya keterampilan bertanya, cara memotivasi siswa).
Secara singkat, pertemuan pendahuluan ini akan disepakati mengenai :
1)      Sasaran atau keterampilan mengajar yang akan diamati secara cermat oleh supervisor
2)      Strategi observasi yang akan dilaksanakan
3)      Panduan atau instrumen observasi yang akan digunakan
4)      Criteria atau tolok ukur yang akan digunakan dalam pengisisan observasi
2.      Perencanaan oleh guru dan supervisor
Kegiatan yang dilakukan antara lain :
a.       Persiapan mengajar tertulis yang sudah dibuat terlebih dahulu untuk dibicarakan kekurangan-kekurangan yang mungkin masih perlu dibenahi, serta membicarakan bagian dari persiapan tertulis tersebut yang akan mendapat perhatian khusus.
b.      Persiapan media atau alat-alat pelajaran yang akan digunakan sekaligus strategi penggunaannya.
c.       Cara-cara mencatat atau perekaman data yang akan digunakan oleh supervisor serta arah pengambilan data. Hgal ini perlu dibicarakan agar guru tidak merasa terganggu pada waktu sedang beraksi.
3.      Pelaksanaan latihan mengajar dan observasi
Pada waktu ini guru melaksanakan mengajar sedangkan suoervisor melakukan pengamatan secara cermat dengan menggunakan observasi. Dalam melakukan observasi, kegiatan yang dilakukan antara lain :
a.       Pengamata dilakukan secara terus menerus selama guru mengajar, tetapi hanya menekankan dan mencatat bagian yang menjadi sasaran saja, sedangkan bagian yang lain dicatat kesan umumnya saja.
b.      Pengamatan intensif dilakukan setiap selang beberapa menit dan dalam jangka waktu tertentu. Beberapa alternative yang biasa dilkukan adalah :
1.      Periode 5 menit, yaitu mengamati 5 menit, berhenti 5 menit, mengamati lagi 5 meit, berhenti lagi 5 menit, dan seterusnya.
2.      Periode 10-5, yaitu mengamati 10 menit, berhenti 5 menit, mengamati lagi 10 menit, dan seterusnya.
3.      Mengamati terus menerus tetapi pencatatan dilakukan setiap 2 menit atau 4 menit.
4.      Mengadakan analisis data
Hal-hal yang perlu didiskusikan antara lain :
a.       Kesenjangan antara apa yang telah direncanakan dengan pelaksanaannya
b.      Hasil rekaman baik ynag dituliskan dalam instrumen observasi maupun dalam kaset (apabila rekaman dilakukan dengan foto atau film tentu saja belum bias diikutkan untuk didiskusikan saat ini).
c.       Cara atau strategi yang digunakan dalam penyampaian umpan balik. Apabila disepakati bahwa umpan balik  disampaikan secara tertulis agar terdokumentasikan dengan baik maka setelah selesai diskusi analisis data rekaman, supervisor menuliskan kesimpulan akhir untuk umpan balik kepada guru.
5.      Diskusi memberikan umpan balik
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan umpan balik yang dilakukan oleh supervisor kepada guru yang sedang berlatih mengajar meningkatkan keterampilannya. Pemberian umpan balik haruis dilakukan dengan segera dan objektif mengenai sasaran yang telah dibicarakan dalam pertemuan pendahuluan. Sehubungan dengan pemberian umpan balik, terdapat rambu-rambu sebagai berikut :
a.       Sesudah latihan selesai, (calon) guru diminta untuk mengungkapkan persepsi/ kesannya mengenai kegiatan mengajar yang ia lakukan.
b.      Supervisor bersama-sama dengan guru menganalisis kegiatan tersebut langkah demi langkah dilengkapi dengan data hasil pengamatan supervisor. Hal penting dalam langkah ini adalah melatih guru agar dapat melakukan penilaian terhadap diri sendiri.
c.       Dalam mengidentifikasi hal-hal yang sudah baik dan kekurangan dalam latihan, supervisor tidak boleh menunjuk dengan tegas dan keras secara langsung tetapi melalui pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali dan mengorek kelemahan sendiri sehingga akhirnya guru menyadari kelemahannya.
d.      Hal yang perlu diingat bahwa dalam langkah ini supervisor harus sekali-kali memberikan pujian, ulasan positif, penguatan, penghargaan terhadap guru agar ada perasaan puas dean bangga, sehingga tumbuh kemauan keras untuk memperbaiki diri.
e.       Pada akhir diskusi, supervisor bersma-sama guru menarik kesimpulan dari latihan yang baru saja dilakukan yaitu hal-hal yang sudah berhasil dan yang masih harus diperbaiki pada lain kesempatan.


H.    Supervisi dalam manajemen berbasis sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mulai dipopulerkan sejak tahun 1994-an. Dan dicobakan di Indonesia sejak tahun 1998. Konsep manajemen berbasis sekolah pada prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi sekolah, dan karenanya sering pula disebut sebagai Site-Based Management  yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat dalam mengelola sekolah (Djam’an, 2001).
Dalam pelaksanaannya, MBS banyak diterjemahkan seperti juga implementasi otonomi daera. Penafsiran yang menterjemahkan MBS sebagai suatu aktivitas pengelolaan semua kebijakan-kebijakan pendidikan dan operasional sekolah dengan tidak melibatkan pihak lain. Sekolah bebas menentukan standar mutu, kurikulum dan kebijakan lainnya. Padahal, esensi dari MBS adalah meningkatkan penampilan sekolah dalam rangka melakukan operasionalisasi pelayanan pendidikan dan proses produksi lulusan dengan mengupayakan performansi tinggi dan keterlibatan penuh semua personal sekolah. Jadi, dalam hal ini sekolah merupakan operator kebijakan pendidikan  nasional yang independen, bebas berkreasi sesuai dengan karakter lembaga masing-masing.
Gagasan MBS mengarah kepada praktek otonomi pengelolaan sekolah (Djam’an, 2001:1). Dalam hal ini, MBS bersinergi dengan kebijakan pemerintah mengenai otonomi daerah (UU No.22 tahun 1999). Masyarakat dan pihak sekolah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengelola pelayanan pendidikan di tingkat sekolah dengan mengacu kepada kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam konteks MBS, sekolah dituntut untuk kreatuf mencari pola kerja yang efektif dan berusaha mencapai tujuan pendidikan.
System budget oriented yang selama ini diterapkan dalam mengelola kegiatan sekolah diganti menjadi  program oriented. Sekolah mengajukan program-program pendidikan ke pemerintah, kemudian melalui suatu mekanisme tertentu pemerintah membiayai program-program yang diusulkan sekolah. Sekolah-sekolah berkompetisi untuk membuat program-program unggulan dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.
Supervisor harus mengupayakan kondisi sekolah berkinerja tinggi dengan melibatkan semua unsure yang terkait secara optimal. Peran supervisor adalah sebagai katalisator dan fasilitator pemberdayaan sekolah sebagai pusat pembuatan keputusan pendidikan. Ia hanya memberikan layanan bimbingan dan pencipta lingkungan yang dibutuhkan untuk kesuksesan MBS, yang menjadi actor utama adalah kepala sekolah. Kepala sekolah diharapkan mampu mendorong warga sekolah untuk mandiri, merancang dan mengelola kebutuhannya sendiri secara sistematis dan rasional.
Dalam SBM, ada beberapa sumber penting yang bias digunakan oleh para pengelola yang seharusnya diperhatikan oleh supervise dalam menerapkan pendekatan SBM, yaitu kekuasaan, informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan imbalan. Dengan bekal informasi, pengetahuan dan keterampilan, kekuasaan, dan kemampuan memotivasi, supervisor diharapkan mampu mendorong tingkat perlibatan pihak yang terkait dengan sekolah dalam penyelenggaraan manajemen sekolah (Albers, 1994).
Ditinjau dalam pendekatan sekolah efektif, seorang supervisor harus mampu mengoptimalkan peran kepemimpinan yang tersebar di dalam hierarkis sekolah. Peran kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap efektivitas pencapaian tujuan manajemen pendidikan. Sebagai konduktir, motivator, dan coordinator, pemimpin sekolah perlu memiliki peran kepemimpinan yang jelas. Selain itu, supervisor harus mampu mendorong harapan kinerja siswa menjadi lebih tinggi. Upaya peningkatan kinerja siswa harus dirancang dan difasilitasi oleh supervisor. Dengan menetapkan standar yang jelas, mengidentifikasi sarana/ prasarana yang tepat maka upaya tersebut bias efektif dicapai.
Dalam konsep SBM, sumber-sumber daya yang mendukung efektivitas implementasi SBM perlu supervisor petakan secara adil di pihak sekolah dan pemerintah daerah/ masyarakat sekitar. Pihak sekolah dan masyarakat/ Pemda harus bersama-sama memiliki kekuasaan atas pencapaian tujuan pendidikan yang seimbang dan proporsional. Dalam struktur kerja, mereka duduk satu meja, berhubungan sebagai partner kerja. Dalam konteks ini, supervisor juga harus menumbuhkembangkan suasana demokratisasi di antara pemerintah dan sekolah. Supervisor harus mampu mendelegasikan kekuasaan dan kewenangannya secara lengkap dan benar kepada masing-masing pihak untuk mampu membuat keputusan yang berkaitan dengan operasionalisasi pendidikan.
Untuk menjamin kesuksesan implementasi SBM, supervisor harus mampu menciptakan suatu kondisi di mana masing-masing pihak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan serta proporsional sesuai dengan tugas dan fungsinya. Menghindari suatu kondisi yang tidak harmonis yang disebabkan karena ada salah satu pihak yang merasa lebih kompeten, lebih tahu dan menganggap pihak lain lebih tidak memahami permasalahan. Dalam kondisi ini, peran supervisor sebagai Pembina kemampuan profesional sangat diperlukan.
Dengan itu, jalinan keterlibatan masyarakat/ Pemda dalam proses pengelolaan pendidikan akan bersinergi dengan proses pengelolaan pendidikan yang dilakukan sekolah. Mereka akan merasa saling memiliki sekolah, merasa bertanggung jawab, saling mengisi dalam mengelola pendidikan.


I.       Peran supervisi dalam evaluasi program pendidikan
Sesuai dengan fungsi evaluasi, proses supervisi meliputi penelitian, penilaian perbaikan dan peningkatan (Ametembun, 1981:25) atas upaya pendidikan yang dilaksanakan. Hasil evaluasi akan menunjukkan efektif atau efisiensinya suatu program pendidikan.
Tujuan pendidikan beserta kebijakan-kebijakan penyertanya merupakan acuan dari proses evaluasi yang dilaksanakan. Dalam hal ini, kegiatan supervise akan melakukan pengamatan terhadap aktivitas yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan serta dikomparasikan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses supervise merupakan suatu siklus evaluasi. Dalam siklusnya Guthrie & Reed (1991: 259), planning-bud-getting-evaluation cycle memperlihatkan keterkaitan amatan proses penyelenggaraan program pendidikan dalam situasi sebelum, sedang, dan telah dilaksanakan.
Dampak evaluasi akan berpengaruh pada perencanaan dan pelaksanaan. Proses it uterus berlangsung secara silkuler. Dalam hal ini, upaya menjamin tujuan tercapai secara efektif dan efisien dilakukan dengan melakukan evaluasi di tataran konseptual (perncanaa) dan praktis (pelaksanaan). Dalam kajian Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu), proses evaluasi selayaknya dilakukan pada komponen input, proses transformasi, linkungan, dan output. Jika inputnya, lingkungan, dan proses transformasinya terawasu serta terjamin maka dengan sendirinya output yang dihasilkan juga akan baik.
Dalam aktivitas mengevaluasi, ada tiga kegiatan besar yang biasanya dilakukan supervisor, yaitu :
1.      Identifikasi tujuan evaluasi
2.      Penyusunan desain dan metodologi evaluasi
3.      Pengukuran
Dalam melakukan evaluasi, supervisor tidak hanya sebagai evaluator program yang hanya memberikan rekomendasi kepada policy maker untuk membuat suatu keputusan, tetapi juga berperan sebagai pembuat keputusan dan pelaksana putusan.
Supervisor harus bertanggung jawab terhadap kontinyuitas program yang sedang berlangsung juga mutu produknya. Ada beberapa teknik evaluasi program yang biasanya dipakai oleh supervisor dalam rangka mencari bahan mentah untuk tindak lanjut, yaitu dengan tes, observasi, laporan diri, evaluasi diri dan teman sejawat.
Ada beberapa prinsip yang harus dipegang teguh oleh supervisor dalam melaksanakan proses evaluasi, yaitu :
1.      Komprehensif, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.
2.      Kooperatif, untuk mendapatkan informasi yang lengkap diperlukan kerja sama antara subjek evaluasi dan objek evaluasi. Evaluasi yang kooperatif mengindikasikan adanya kesepakatan di antara kedua belah pihak betapa pentingnya proses eveluasi tersebut.
3.      Kontinyu dan relevan dengan kurikulum. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas proses pencapaian tujuan pendidikan senantiasa bias terus diupayakan dalam kondisi prima dan berkualitas.
4.      Objektif, tidak terpengaruh dengan hal-hal yang bias mengkaburkan pengukuran dan penilaian.
5.      Humanis, supervisor harus memperlakukan subjek yang diteliti secara manusiawi, menghargai subjek sebagai individu. Proses evaluasi yang dinamis akan mengungkap semua masalah yang berkaitan dengan operasionalisasi pencapaian tujuan pendidikan.
6.      Aman, proses evaluasi yang dilakukan hendaknya menjaga privasi individu. Semua data yang bersifat rahasia sebaiknya tidak diekspos ke khalayak karena akan berakibat buruk terhadap kinerja juga hubungan dengan manusia yang berujung dengan menurunnya produktifitas lembaga.
Aspek-aspek yang dievaluasi oleh seorang supervisor meliputi tiga hal yaitu :
1.      Personel
Aspek yang dievaluasi mengacu pada kemampuan professional, dimensi social, dan individual. Ketiga hal itu merupakan unsure pokok dalam produktivitas personel. Bagaimanapun, kemampuan profesi, interaksi social, dan kualitas pribadi akan menentukan baik buruknya kinerja seorang guru.
2.      Material
Aspek material berkaitan dengan evaluasi substansi bahan ajar dan variabel pendukungnya, misalnya alat-alat pendidikan.
3.      Operasional
Aspek operasional berkaitan dengan implementasi proses belajar mengajar di kelas. Supervisor menilai dan menindaklanjuti kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru. Bagaimana meningkatkan kemampuan didaktik metodik, memperbaiki iklim, motivasi, dan evaluasi hasil merupakan tujuan dari evaluasi aspek operasional.


J.      Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Supervisi klinis diperlukan karena :
a)       Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
b)       Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
c)       Kehilangan identitas profesi
d)       Kejenuhan profesional (bornout)
e)       Pelanggaran kode etik yang akut
f)        Mengulang kekeliruan secara masif
g)       Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
h)       Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
i)         Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan

Tujuan dari supervisi klinis antara lain :
a)        Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
b)       Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
c)       Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
d)       Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
e)       Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan
6.      Karakteristik supervisi klinis :
a)       Perbaikan dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
b)       Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan beberapa keterampilan, seperti: (1) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2) keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3) keterampilan dalam proses pembelajaran.
c)       Fokus supervisi klinis adalah: (1) perbaikan proses pembelajaran, (2) keterampilan penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan (3) didasarkan atas kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.
7.      Prinsip-prinsip dalam supervisi klinis
a)       Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan pebuh tanggung jawab.
b)       Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
c)       Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
d)       Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
e)       Hasil tidak untuk disebarluaskan
f)        Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
g)       Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
8.   Prosedur supervisi klinis
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
a)       Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
b)       Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan observasi.
c)       Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.









BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN :

1.      Supervisi dapat dirumuskan sebagai serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula.
2.      Tujuan supervisi pendidikan digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
a.       Tujuan Umum Supervisi pendidikan
1)      Berdasarkan Tujuan Umum Pendidikan
2)      Berdasarkan Tujuan Pendidikan Nasional
3)      Berdasarkan Tujuan Supervisi sendiri
b.      Tujuan Khusus Supervisi Pendidikan
3.      Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
Dalam buku Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan karangan Piet A. Sahertian mengemukakan prinsip supervisi antara lain :
a)      Prinsip ilmiah (scientific), prinsip ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
b)      Prinsip Demokratis
c)      Prinsip kerjasama
d)     Prinsip konstruktif dan kreatif
4.      Secara garis besar teknik supervisi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: teknik perseorangan dan teknik kelompok. Teknik persorangan ialah supervisi yang dilakukan secara perseorangan, sedangkan Teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan secara kelompok.
5.      Bidang garapan supervisi meliputi :
a)      Memfasilitasi Pengembangan Sumber Daya Manusia
b)      Mendesain dan mengembangkan kurikulum
c)      Meningkatkan kualitas pembelajaran kelas
d)     Menggairahkan interaksi humanis
e)      Melaksanakan fungsi-fungsi administratif
6.      Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang supervisor dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya yaitu human relations, administrasi dan evaluasi
7.      Langkah-langkah supervisi :
a)      Pertemuan pendahuluan
b)      Perencanaan oleh guru dan supervisor
c)      Pelaksanaan latihan mengajar dan observasi
d)     Mengadakan analisis data
e)      Diskusi memberikan umpan balik
8.      Dalam aktivitas mengevaluasi, ada tiga kegiatan besar yang biasanya dilakukan supervisor, yaitu :
a)      Identifikasi tujuan evaluasi
b)      Penyusunan desain dan metodologi evaluasi
c)      Pengukuran
9.      Dalam aktivitas mengevaluasi, ada tiga kegiatan besar yang biasanya dilakukan supervisor, yaitu identifikasi tujuan evaluasi, penyusunan desain dan metodologi evaluasi, dan pengukuran
10.  Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.























DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2009. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media.
http://constitutionlaw.blogspot.com (diakses pada 23 Desember 2010, 16:30)