MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Lebih lanjut mengenai organisasi profesi keguruan di jelaskan dalam
undan-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dalam pasal 41
dijelaskan bahwa guru membentuk orghanisasi profesi yang brsifat andependent
dan berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan
kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada
masyarakat. Dalam pasal ini dijelaskan juga bahwa guru wajib menjadi anggota
organisasi profesi.
Berdasarkan dua batasan di atas, maka organisasi profesi di Indonesia ini
tidak hanya memprioritaskan memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier,
wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada
masyarakat tetapi perkembangan individu (siswa) sebagai pribadi yang unik
secara utuh. Oleh karena setiap satuan pendidikan harus memberikan
layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa secara
optimal berupa pengajaran kelas, Pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan profesi keguruan juga harus di prioritaskan. Hal ini merupakan bagian
dari kompetensi yang juga harus dikuasai oleh siswa.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari penjelasan latar belakan organisasi profesi keguruan di atas,
dapat kita ambil masalah-masalah yang mendasar terhadap organisasi profesi
keguruan, antara lain:
1. Menjelaskan konsep organisasi profesi !
2. Menjelaskan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik keguruan?
3. Menjelaskan bagaimana Analisis Peranan Organisasi Profesi Keguruan Dewasa
ini?
1.3 Tujuan
Sebagai suatu pembahasan yang sangat penting, makalah ini bertujuan agar
guru melalui organisasi profesi dan kode etik dapat memberikan layanan
pendidikan atau melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan/kapasitasnya
masing-masing sehingga terwujud organisasi profesi dan kode etik yang
benar-benar bermutu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Organisasi Profesi
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah banyak
mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya
diferensiasi dan diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan
dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (6) bahwa “pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,”
Beberapa organisasi profesi kependidikan di indonesia, disamping PGRI, yang
sudah rilatif berkembang pesat diantaranya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI). Organisasi ini beranggotakan para sarjana pendidikan dari berbagai
bidang pendidikan, yang didalamnya mempunyai sejumlah himpunan sejenis seperti
Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi, Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa dan
sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih berkembang ialah Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI).
Organisasi kependidikan yang mengarah kepeda intenasionalisasi profesi, ada
yang disebutindonesian society for special needs education (ISSE) dan Indonesian
society for adapted Physical Education (ISAPE). Kedua organisasi ini
menaruh perhatian pada pendidikan kebutuhan khusus, terutama bagi kelompok yang
mengalami gangguan dalam perkembangan baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya
adalah memberi manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam
meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan
layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan melapraktek
dari layanan profesional. (santori, djam’an, 6.22: 2009)
2.1.1 Pengertian,
Tujuan dan Fungsi Organisasi profesional
Organisasi profesi merupakan
organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka
sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial
yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai
individu.
Sebagaimana dijelaskan
dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 ada lima misi dan tujuan organisasi
kependidikan, yaitu meningkatkan dan atau mengembangkan: karier, kemampuan,
kewenangan profesional, martabat dan kesehjateraan seluruh tenaga kependidikan.
Sedangkan visinya secara umum adalah terwujudnya tenaga kependidikan yang
profesional.
1. Meningkatkan dan atau menngembangkan karier anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan dalam mengembangkan karier
anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang di maksud
adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi secara psikofisis yang
bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupuin bagi oran lain (lingkungannya)
melalui serangkaian aktifitas.
2. Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya
terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan
atau guru, yang mencakup: performance component, subject component,
profesional component.Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para
pengemban profesi kependidikan/keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk
senantiasa meningkatkan kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun
program tidak terstruktur.
3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesinal anggota, ini merupakan
upaya paraprofesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan
kemampuannya. Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah
mengikuti proses pendidikan tertentu dan dalam waktu tertentu yang
relatif lama. Umpamanya, keahlian guru pembimbing dalam bimbinghan
karier, pribadi/sosial, dan bimbingan belajar.
4. Meningkatkan dan atau mengembangkan
martabat anggota, ini merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar
anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain, dan tidak
melakukan praktik yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat dilakukan
karena saat seorang profesional menjadi anggota organisasi suatu profesi, pada
saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman perilaku anggota
profesi itu. Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan
masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.
5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan, ini merupakan upaya
organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin
anggotanya. Dalam poin ini tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan anggotanya. Tidak disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini
merupakan prioritas utama. Karena selain masalah ini ada kaitannya dengan
kelangsungan hidup, juga merupakan dasar bagi tercapainya peningkatan dan
pengembangan aspek lainnya. Dalam teori kebutuhan maslow, kesejahteraan ini
mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus segera
dipenuhi.
Organisasi profesi
kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga
memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi
kependidikan berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang
mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk
suatu organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah
pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas
tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan
mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan
memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan
tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan
para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat
pengguna jasa profesi ini.
2. Fungsi peningkatan kemampuan profesional
Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang
berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional,
martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut
menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan anggota
profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui
organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989 :
pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk
berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”
2.1.2 Organisasi
profesional keguruan di indonesia: PGRI, MGMP, KKG
1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia lahir pada 25 November 1945, setelah 100
hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah
diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian
berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Pada saat
didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi
lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi
kesejahteraan.
1. Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak
dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga
dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992,
pasal 61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu
meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.
2. Misi politis teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise,
yaitu komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa
indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan
benegara, yaitu pancasila.
3. Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan
keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan
kode etik keelasan sruktur organisasi.
4. Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI
berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf
nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini
bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Dengan
demikian PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar
diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi besar untuk meningkatkan
hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan negara.
2. MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran
pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya
masing-masing.
3. KKG
Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu
gugus. Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang
lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok
kerja guru berdasarkan atas mata pelajaran.
Tujuan organisasi Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu :
1. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan
masalah dan kesulitan yang dihadapi guru.
2. Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di
sekolah.
3. Meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap
profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing).
4. Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan
menyenangkan (Pakem).
Melalui KKG dapat dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan
mengajar, seperti yang di ungkapkan Turney (Abin, 2006), bahwa keterampilan
mengajar guru sangat memengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya;
keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan
variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil dan perorangan.
2.2 Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik keguruan
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus
mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek,
guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode
etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, Menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai
Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang
tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil
sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari.(http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011)
2.2.1 Pengertian
kode etik
Kode etik suatu profesi adalah
norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma
tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana
mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan
tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, kode etik
juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan
sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode Etik Guru Indonesia dapat
dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang
tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman
tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya
sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan
sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia
merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para
anggota profesi keguruan.
2.2.2 Peningkatan
mutu dan kualitas guru
Tugas guru dalam menjalankan profesi kependidikan yang teramat luas,
termasuk didalamnya tugas guru sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Akan
tetapi muara tugas utama kedua peran tersebut terjadi pada arena proses
pembelajaran, yaitu suatu upaya guru dalam menciptakan situasi iteraksi
pergaulan sosial dengan merekayasa lingkungan yang kondusif bagi terjadinya
perkembangan optimal peserta didik. Upayanya adalah membuat sinergi semua unsur
yang terlibat bagi terciptanya lingkungan yang kondusif untuk terjadinya proses
pembelajaran pada peserta didik.
Guru memainkan multiperan dalam proses pembelajaran yang diselenggarakanya
dengan tugas yang amat berfariasi yaitu sebagai:
1. Konservator (pemelihara) Guru bertugas memelihara sitem nilai yang merupan
sumber norma kedewasaan. Dalam sistem pembelajaran guru merupakan figur bagi
peserta didik dalam memelihara sistem nilai.
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikaji dalam sistem pembelajaran itu. Jadi guru bukan saja bertugas sebagai
memelihara sistem nilai tetapi juga mengembangkan kepada tataran yang lebih
luas dan lebih maju.
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai, guru selayaknya meneruskan
sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik. Dengan demikian, sistem
nilai tersebut dimungkinkan akan diwariskan kepada Peserta didik sebagai
generasi yang akan melanjutkan sitem nilai tersebut
4. transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai, guru bertugas menerjemahkan
sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan prilakunya.
Lewat interaksinya dengan peserta didik diharapkan pula sistem-sistem nilai
tersebut menjelma dalam pribadi peserta didiknya.
5. perencana (planner) guru bertugas mempersiapkan apa yang akan dilakukan
dalam proses pembelajaran. Seorang guru harus membuat rencana pembelajaran yang
matang, yang sekarang dikenal dengan satuan acara pembelajaran (SAP)
6. manajer proses pembelajaran, guru bertugas mengelola proses pembelajatran,
mulai dari persiapan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasi
pembelajaran. Dsini ditentukan siapa yang harus terlibat dalam proses
pembelajaran serta sejauh mana tingkat keterlibatannya. Semua unsur yang
diperkirakan menunjang atau menghambat berhasilnya proses pembelajaran dikelola
sesuai dengan kondisi objektifnya masing-masing.
7. Pemandu (director) guru bertugas menunjukan arah dari tujusan pembelajaran
kepada pesertta didik. Kegiatan ini bukan saja memperjelas arah kegiatan
belajar peserta didik, tetapi juga menjadi motifator bagi mereka untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirancang, baik oleh guru maupun dirancang
bersama peserta didik.
8. organisator (penyalanggara) guru bertugas mengorganisasikan seluruh
kegiatan pembelajaran. Guru bertugas menciptakan situasi, memimpin, merangsan,
menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana.
9. Komunikator guru bertugas mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber
belajar. Pekerjaannya, antara lain memberikan informasi tentang buku sumber
yang di gunakan, tempat belajar yang kondusif, bahkan mungkiun sampai
menginformasikan narasumber lain yang dituigasi jika diperlukan.
10. Fasilitator, guru bertugas menyediakan kemudahan-kemudahan belajar bagi
siswa, seperti memberikan informasi tentang cara belajar yang efektif,
menyediakan buku sumber yang cocok, memberikan pengarahan dalam pemecahan
masalah dan pengembangan diri peserta didik, dan lain-lain.
11. Motivator, guru bertugas memberikan dorongan belajar sehingga muncul hasrat
yang tinggi untuk belajar secara instriksi. Dalam proses belajar pembelajaran,
dorongan yang diberikan mungkin berupa penghartgaan seperti pujian dan
lain-lain.
12. penilai (evaluator), guru bertugas mengidentifikasi, mengumpulkan,
menganalisis, menafsirkan data yang valid, reliabel, dan objektif dan akhirnya
harus memberikan pertimbangan atau (jubgement) atas tingkat keberhasilan
pembelajaran tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai
program, proses, maupun hasil atau produk.
2.2.3 Peningkatan
mutu penyelenggaraan pendidikan
Salah satu isu penting dalam
penyelenggaraaan pendidikan di negara kita saat ini adalah peningkatan mutu
pendidikan, namun yang terjadi justru kemerosotan mutu pendidikan dasar,
menengah, maupun tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berlangsung akibat
penyelenggaraan pendidikan yang lebih menitikberatkan pada aspek kuantitas dan
kurang dibarengi dengan aspek kualitasnya. Peningkaran kualitas pendidikan
ditentukan oleh peningkatan proses belajar mengajar. Dengan adanya peningkatan
proses belajar mengajar dapat meningkat pula kualitas lulusannya. Peningkatan
kualitas proses pembelajaran ini akan sangat tergantung pada pengelolaan
sekolah dan pengajaran/pendekatan yang diterapkan guru.
Berdasarkan kajian teori, kepemimpinan kepala sekolah terbukti mempengaruhi
implementasi dan pemeliharaan perubahan dan berkolerasi dengan hasil belajar
murid. Kualitas lulusan pendidikan dipengeruhi oleh kualitas manajemen sekolah
atau manajemen pengelolaan pendidikan. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
fasilitas pendukung, proses belajar mengajar, dan pengajaran. Kemampuan sosial
ekonomi orang tua siswa yang tinggi akan berkorelasi dengan penyediaan
fasilitas belajarnya, yang akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar. Dalam
proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar.
Mutu pendidikan tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal, ada sejumlah
variabel yang dianggap saling berhubungan/mempengaruhi diantaranya:
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Karena Setidaknya ada dua alasan.
Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih
belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan
peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah:
1.
bahwa pekerjaan itu
memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat,
2.
bahwa pekerjaan itu
memerlukan bidang keahlian tertentu,
3.
bidang keahlian itu
dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge),
4.
bahwa pekerjaan itu
memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian,
5.
bahwa pekerjaan
tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat
dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah
syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua,
karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki
dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah
lainnya.
2. Alih Tugas Profesi dan Rekruitmen Guru Untuk Menggantikan Guru atau
Pendidik yang Dialihtugaskan ke Profesi Lain
Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah
pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus
dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasan tersebut dilakukan dengan
syarat sebagai berikut:
1. mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan
secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan,
2. guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga
tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya.
Jika syarat tersebut telah
dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari profesi
guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau kalau
perlu dipensiundinikan. Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah
dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu diadakan seleksi (rekruitmen) secara
jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan.
- Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga
Kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat
besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang
juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat
besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh
tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional
pendidikan yang telah ditetapkan.
Prasyarat yang harus dipernuhi sebagai berikut; untuk pendidik yang akan
diangkat menjadi PNS harus diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan.
Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk
memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa
yang disebut dengan ‘jual beli ijazah’ yang juga dikenal dengan ‘STIA’ atau
‘sekolah tidak ijazah ada’. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan
profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan
kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai
berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga kependidikan
sewajarnya disesuaikan.
- Membangun Satu Standar Pembinaan Karir (Career Development Path)
Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar
pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam
bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus
dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi
instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus
memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses
pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan
dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi
pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu,
langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai
berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.
5. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan
Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru
harus dilaksanakan secara jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar
kualifikasi yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi tersebut tidak dapat
ditawar-tawar. Sementara itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman
perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh
lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka
juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan
oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi.
Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus
dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah
pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh
semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training,
dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah
Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah
tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru. (http://edu-articles.com/peningkatan-mutu-pendidikan/, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011)
2.2.4 Pengawasan
terhadap pelaksanaan kode etik keguruan
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang organisasi profesi dan
kede etik, pasal 42 dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil
mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam
dan diluar kedinasan.”
Dalam pidato pembukaan Kongres
PGRI XIII, Basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI
dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973).
Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode
etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
1.
sebagai landasan moral.
2.
sebagai pedoman tingkah
laku.
Dari uraian diatas
terlihat bahwa landasan pelaksanaan kode etik profesi adalah norma-norma yang
harus diindahkan oleh anggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat.
2.3 Analisis Peranan Organisasi Profesi Keguruan Dewasa Ini
2.3.1 keadaan
yang ditemui
Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya
Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat
besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39 s/d 44) terdiri atas
17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. Ini menunjukan
bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan
pendidikan secara keseluruhan.
Bagi profesi kependidikan, UU tentang SPN mempunyai arti yang sangat
penting, karena dalam undang-undang ini profesi kependidikan telah jelas dasar
hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah dilindungi keberadaannya.
Gagasan yang mendasar yang terkandung UU tentang SPN dalam kaitannya dengan
tenaga kependidikan ialah perlindungan dan pengakuan yang lebih pasti terhadap
jabatan guru khususnya dan tenaga kependidikan umumnya. Profesi-profesi ini
secara tegas akan dilindungi, dihargai, diakui, dan dijamin keberadaannya
secara hukum. Perlindungan itu secara eksplisit dikemukakan dalam pasal 42 yang
menyatakan bahwa pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar.
2.3.2 permasalahan
yang ada
Permasalahan pokok yang dihadapi profesi guru dan juga organisasi profesi
guru masa sekarang ini adalah sebagai berikut :
1. Penjabaran yang operasional tentang ketentuan-ketentuan yang tersurat dalam
peraturan yang berlaku yang berkenaan dengan profesi guru beserta
kesejahteraannya, seperti keputusan MENPAN No.26 tahun 1989 tentang Angka
Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
2. Peningkatan unjuk kerja guru melalui perbaikan program pendidikan guru yang
lebih terara, yang memelihara keterpaduan antara pengembangan profesional
dengan pembentukan kemampuan akademik guru, dengan memberikan peluang kepada
setiap calon guru untuk melatih unjuk kinerjanya sebagai calon guru yang
profesional.
3. Proses profesionalisme guru melalui sistem pengadaan guru terpadu sejak
pendidikan prajabatan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya dalam
jabatan.
4. Penataan organisasi profesi guru yang diarahkan kepada bentuk wahana untuk
pelaksanaan prows profesionalisasi guru, dan dapat memberikan batasan yang
jelas mengenai profesi guru dan profesi lainnya.
5. Penataan kembali kode etik guru, terutama yang berkenaan dengan rambu-rambu
prilaku profesional yang tegas, jelas, dan operasional, serta perumusan
sanksi-sanksi terhadap penyimpangannya.
6. Pemasyarakatan kode etik guru ditetapkan oleh setiap guru dan diindahkan
oleh masyarakat rekanan, sehingga tumbuh penghargaan dan pengakuan yang wajar
terhadap profesi guru itu.
2.3.3 pengembangan
organisasi keguruan
PGRI sebagai organisasi profesi perlu penekanan upaya penataan dan
peningkatan dalam bidang misi profesi dari PGRI. Dalam hal ini perlu
dikembangkan kerangka konseptual yang memadai dan terarah untuk melandasi
program kerja mengenai pengembangan profesi itu. Kerangka konsep itu seyogyanya
diselaraskan dengan patokan-patokan profesional dan akademik yang digunakan
sebagai dasar pengembangan standar unjuk kerja, pengembangan progran
kependidikan guru, dan penataan proses profesionalisasi guru berdasarkan
pendekatan pengadaan guru terpadu.
Kekolegaan profesional guru sebagai suatu kesadaran profesional merpakan
keharusan bagi setiap guru sebagai konsekuensi kesediaan untuk menerima
tanggung jawab individual dan kolektif. Kekolegaan ini hanya dapat terwujud
jika dituangkan dalam kode etik yang operasional dan diakui oleh pemerintah dan
masyarakat yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang seperti dalam UU
tentang SPN.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki
suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu.
Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
1.
Kepuasan kerja
2.
Supervisi pendidikan
3.
Komitmen
Kepuasan kerja diartikan sebagai cerminan sikap dan perasaan dari individu
terhadap pekerjaannya, atau keadaan emosional menyenangkan dan tidak
menyenangkan para pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja yang
tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerjasama guru untuk mencapai
tujuan sekolah, yang seperti kita ketahui bahwa pencapaian tujuan sekolah ini
adalah sesuatu yang diidam-idamkan. Tetapi sebaliknya dengan guru yang memiliki
kepuasan kerja yang rendah akan sangat sulit mencapai hasil yang baik.
Seseorang guru memiliki hak professional jika memiliki lima aspek pokok yakni:
1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum.
2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam
batas tanggung jawabnya, dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan
setempat.
3. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan
efisien dalam rangka menjalankan tugasnya sehari-hari.
4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan
prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara
individual maupun secara institusional. Etika profesional seorang guru sangat
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru
baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah
ditetapkan.
3.2 Saran
1. Kepada struktural organisasi yang menaungi aktifitas guru, baik itu PGRI,
MGMP, maupum KKG bisa lebih berperan dalam pembinaan, pengawasan kepada guru
sehingga nantinya guru bisa maksimal dalam menjalankan tugas serta
aktifitasnyapun terjaga dari segala bentuk asusila.
2. Kepada siswa yang menjadi objek pengaran guru, juga bisa memberi masukan
jika dalam pelaksanaannya ada guru yang bertindak menyimpang dari kode etik
guru yang sedang berlaku.
3. Untuk siswa selalu belajar dengan tekun dan rajin sehingga nantinya
bisa menjadi manusia yang mampu memahami organisasi profesi, dalam hal ini
organisasi profesi guru, serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Untuk orang tua, serta pihak yang terkaik dengan organisasi profesi guru,
maupun pelaksanaan guru dalam kesehariannya yang kurang sesuai dengan kode etik
guru, bisa ikut andil dalam memecahkan masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Satory, Djam’an dkk.
2009. Profesi Keguiruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Kosasi Raflis,
soetjipto. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011
http://www.dinaspendidikanparepare.upaya-dan-strategia-peningkatan-mutu-pendidik-dan-tenagakependidikan, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011
Mulyasa, E. 2009. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
http://puterimissicobuata.wordpress.com/2010/01/21/upaya-meningkatkan-mutu-dan-kualitas-guru-sd/, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar